Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah warga yang ditanyai ANTARA, Kamis, mengungkapkan kebelumsiapannya menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan diwujudkan 2015 mendatang.

"Kalau cuma nanyain harga, mungkin saya bisa sedikit-sedikit memakai Bahasa Inggris. Tapi lebih dari itu, saya tidak bisa," ujar Abu Arifin, pedagang kaki lima, kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Namun lelaki lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini melihat pasar bersama adalah peluang karena yakin semakin banyak pembeli yang datang ke Indonesia.

"Pembeli semakin banyak pastinya. Tapi ya itu tadi, masalah bahasa. Mungkin kalau belajar pasti bisa," tukas pedagang yang sehari berjualan di kawasan Pasar Baru ini.

Ungkapan senada dilontarkan Amsori Yahya (54), sopir bajaj, yang juga mengungkapkan kendala bahasa dan mendesak pemerintah membantu mengatasi kendala bahasa itu.

"Kalau cuma thank you very much atau sorry saya bisa. Lebih dari itu saya tidak bisa," katanya.

Berbeda halnya dengan Arif Jamaludin Al Afgani (45), seorang pelukis. Arif mengapresiasi positif implementasi pasar bersama itu.

"Saya setuju saja adanya pasar bersama ASEAN itu karena akan membuka peluang baru," kata dia.

Lain halnya dengan Ina Mardiana (17), siswi kelas 3 SMKN 46 Jakarta yang mengaku tidak menyetujuinya karena akan menambah beban masyarakat Indonesia.

"Takutnya nanti bangsa Indonesia akan menjadi budak luar kalau ada pasar bersama, karena daya saing Indonesia tidak sama dengan negara lain seperti Singapura dan Malaysia," ujar siswi jurusn Akuntansi ini.

Siswi pelajar ini mengatakan pemerintah seharusnya mempersiapkan dahulu sumber daya manusia, baru menerapkan pasar bersama seperti Eropa lakukan dulu dalam Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

Pemerintah sendiri berharap penerapan MEA pada 2015 bakal memperkuat posisi ASEAN di pasar global. (*)

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
COPYRIGHT © ANTARA 2011