Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI (bidang Hukum), Bambang Soesatyo, menyatakan bahwa konstruksi hukum bisa cacat hanya karena faktor Nunun Nurnbatie.

"Lalu, konstruksi hukum Pengadilan Tipikor kita pun jadi janggal jika gagal menghadirkan Nunun dalam statusnya sebagai saksi kunci perkara suap cek perjalanan dengan tersangka sejumlah politisi," tandasnya di Jakarta, Senin.

Ia mengatakan itu menanggapi sikap Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas yang menyatakan pihaknya terus mencari dan memastikan bisa menghadirkan Nunun Nurbatie.

"Saya ingin mengaitkan janji Busyro itu dengan niat baik suami Nunun, Adang Daradjatun. Belum lama ini, Adang berjanji siap memberi informasi tentang keberadaan Nunun jika diminta KPK," kata Bambang Soesatyo.

Pertanyaannya, menurutnya, untuk apa KPK bersusah payah mencari Nunun Nurbatie jika Adang Daradjatun mau membantu?

"Kita semua hargai sikap kooperatif Adang untuk membantu KPK. Tinggal sekarang kita menunggu langkah KPK yang lebih konkret untuk menuntaskan kasus ini," tandasnya.

Sebab, lanjutnya, sudah berbulan-bulan KPK berjanji menghadirkan Nunun Nurbatie, tapi janji itu tidak bisa diwujudkan hingga kini.

"Saya berharap pimpinan KPK bergerak cepat setelah melihat aksi pengunjung sidang mengenakan topeng wajah Nunun dalam sidang putusan sela bagi terdakwa Panda Nababan dkk di Pengadilan Tipikor, Rabu (4/5) lalu," ungkapnya.

Itu, menurutnya, merupakan bentuk kritik atau kecaman paling keras yang merefleksikan kemarahan dan kekecewaan publik terhadap penegakan hukum.

"Mudah-mudahan KPK segera menyikapi aksi topeng Nunun itu," tandasnya.

Apa pun alasannya, tegasnya, selama KPK tidak menghadirkan Nunun Nurbatie sebagai saksi kunci, konstruksi hukum perkara cek perjalanan itu tetap aneh di benak publik yang awam hukum sekali pun.

"Apalagi status perkara ini pun tidak pernah (dibuat) jelas, antara suap atau gratifikasi," pungkas Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI.

(M036/S019)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011