New York (ANTARA News) - Masalah yang berkaitan dengan penegakan Hak Azazi Manusia (HAM) masih merupakan tantangan dalam diplomasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2006, kata Wakil Tetap RI untuk PBB Rezlan Ishar Jenie. "Isu HAM mungkin akan tetap jadi sorotan, baik yang berkaitan dengan penyelesaian kasus Timtim ataupun Papua," ujarnya, di New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (5/1) waktu setempat. Mantan Kepala Seksi Kepentingan (Interest Section) RI di Lisabon, Portugal, itu mengatakan bahwa isu HAM tersebut bukan hanya diangkat oleh negara anggota dan badan-badan di PBB, namun oleh sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dunia. "Oleh sebab itulah, tugas kami sebagai salah satu mesin diplomasi di PBB akan mengomuinikasikan berbagai pencapaian yang sudah dilakukan di Indonesia dalam penegakan HAM tersebut," katanya. Masalah penyelesaian kasus HAM pasca-jajak pendapat Timtim pada 1999, menurut dia, kemajuan yang dilakukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) harus terus dikomunikasikan kepada negara-negara anggota PBB yang sudah mempercayai langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan RI dengan Republik Demokratik Timor Lorosae (RDTL). Sejumlah sidang Dewan Keamanan (DK) PBB juga tidak pernah membahas soal rekomendasi Komisi Ahli yang pernah disampaikan Sekjen PBB bulan Juli lalu. "Komisi Ahli justru diminta untuk memberi kontribusi positif bagi Komisi Kebenaran dan Persahabatan dalam menyelesaikan masalah peninggalan masa lalu tersebut," kata mantan Direktur Organisasi Internasional (OI) Deplu itu. Sementara itu berkaitan dengan isu Papua, menurut Rezlan, masih ada kemungkinan sejumlah kelompok yang mencoba mengangkat masalah HAM di provinsi tersebut melalui forum indigenous people (orang asli). Namun, diplomat karir tersebut berkeyakinan bahwa isu Papua tidak akan membesar hingga sampai mempermasalahkan soal Pepera. Selain itu, ia menilai, sejumlah hal penting lainnya yang perlu dilakukan Perutusan Tetap RI untuk PBB di New York adalah kelanjutan rehabilitasi pasca-tsunami di Aceh dan sebagian Sumatera Utara (Sumut) yang terjadi 26 Desember 2004. "Kami terus menjalin hubungan dengan kantor utusan khusus Sekjen PBB untuk tsunami, Bill Clinton. Mengingat rehabilitasi di Aceh memerlukan waktu yang cukup lama, maka perhatian komunitas internasional harus tetap dijaga," katanya. Pada 2006 ini, menurut ayah dari sepasang anak itu, di PBB juga akan ada beberapa peristiwa penting yang memerlukan ketegasan sikap dari negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Misalnya, soal pergantian Sekjen PBB, karena masa jabatan Kofi Annan akan berakhir September 2006, dan rencana pembentukan Dewan HAM, serta perombangkan Dewan Keamaann PBB, demikian Rezlan Ishar Jenie. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006