Jakarta (ANTARA News)- Fraksi PKS DPR RI menyatakan kecewa dengan sikap pemerintah yang membuka kran impor beras dan menganggap keputusan tersebut sebagai "akal-akalan" Perum Bulog. "Kami menyesalkan sikap pemerintah tersebut," kata Wakil Ketua Fraksi PKS Suswono kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat. Suswono bersama sejumlah anggota Fraksi PKS DPR antara lain Tamsil Linrung dan Andi Rahmat selama masa reses mengunjungi sejumlah desa di Jawa dan Sulawesi untuk melihat secara langsung stok beras di daerah. "Daerah yang kami kunjungi justru surplus produksi beras," katanya. Keputusan mengimpor beras dinilai PKS sebagai kebijakan pemerintah yang tidak mempedulikan nasib petani. Pemerintah tidak mendengar aspirasi masyarakat yang menolak impor beras. Suswono pada pekan lalu melakukan pertemuan dengan Pemda dan Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah. Mereka melaporkan ada surplus 300 ribu ton beras. Karena itu, Gubernur Jawa Tengah menolak impor beras. Di Kabupaten Pemalang Jawa Tengah juga terjadi surplus beras. Pemerintah setempat dan Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Pemalang menolak impor beras karena sedang berlangsung panen. "Di Pemalang, harga beras Rp3.500,-/Kg," katanya. Hal yang sama dijumpai Tamsil Linrung ketika melakukan kunjungan ke daerah pemilihannya di Kabupaten Luwu (Sulawesi Selatan). Pemda setempat menyatakan menolak impor beras dan ada surplus stok beras sebanyak 32 ribu ton. "Tidak ada alasan impor beras karena di tingkat daerah terjadi surplus stok beras," katanya. Berkaitan dengan harga di tingkat petani yang disebut Bulog di atas harga patokan pemerintah (HPP) sebesar Rp3.550,-/Kg sehingga menghalangi Bulog untuk menyerap beras petani, Tamsil Linrung menyatakan hal itu tidak benar. Dari hasil pemantauan, banyak petani atau pedagang yang menjual harga beras di bawah HPP. Menurut dia, petani dan pedagang beras di Luwu berkepentingan menjual beras di bawah HPP karena pada Pebruari akan terjadi panen raya. Jika stok tidak dilepas, harga beras mereka akan anjlok. "Jadi alasan Bulog bahwa harga beras di tingkat petani di atas HPP tidak bisa diterima. Itu hanya kemalasan Bulog saja," katanya. Dia menyatakan, posisi Bulog lebih banyak menunggu ketimbang mencari beras yang harganya di bawah HPP sehingga Bulog tidak dapat memenuhi target sesuai "deadline" yang ditetapkan pemerintah. Suswono juga mengemukakan, semestinya meskipun "deadline" tidak terpenuhi, pemerintah tidak perlu membuka kran impor beras karena stok Bulog masih 800 ribu ton. Stok sebanyak itu masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga satu bulan mendatang mengingat Bulog hanya menyediakan 150 ribu ton/bulan. "Pebruari mendatang sudah memasuki masa panen raya yang akan menghasilkan lebih lima juta ton beras. Impor beras ini hanya `akal-akalan` Bulog," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006