Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2012 mencapai kisaran 6,5 hingga 6,9 persen dengan terus menjaga stabilitas ekonomi, selain perlunya dukungan dari kondisi perekonomian global yang semakin prospektif.

"Untuk mendukung pencapaian ekonomi tersebut, pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi baik dari sisi harga (inflasi) maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ujar Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada penyampaian keterangan pemerintah atas kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal tahun anggaran 2012 pada rapat paripurna DPR RI di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan pemerintah juga telah menetapkan sejumlah kebijakan strategis pada 2012, seperti peningkatan kompetensi industri domestik dan penguatan skema kerja sama pembiayaan investasi dengan swasta.

Kemudian, melakukan perbaikan kinerja perdagangan internasional, penguatan konsumsi masyarakat dan perbaikan iklim investasi baik di sektor keuangan maupun sektor riil.

Pada 2012, pemerintah juga akan memberikan perhatian khusus dalam pembangunan dan pengembangan infrastruktur di berbagai sektor pedesaan dan perkotaan.

Beberapa prioritas sektor infrastruktur 2012 di antaranya sektor energi dan ketenagalistrikan, sektor transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan, hingga penyediaan sumber daya air bersih.

"Pemerintah akan mengupayakan peningkatan dukungan pembiayaan, baik dari sisi perbankan, non-perbankan, pasar modal, penanaman modal asing, penanaman modal dalam negeri, dan belanja modal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD," ujar Menkeu.

Namun, walau kinerja ekonomi 2012 diperkirakan cukup prospektif, masih banyak tantangan global dan domestik yang harus diwaspadai.

Tantangan global tersebut adalah pemulihan ekonomi global yang belum merata, masih berlanjutnya krisis Eropa, perang mata uang global dan potensi peningkatan harga minyak mentah dunia yang akan berimbas pada peningkatan inflasi.

"Sedangkan dari sisi domestik, diperlukan perbaikan mendasar terhadap iklim investasi dalam rangka meningkatkan kinerja investasi langsung untuk mendukung peningkatan kinerja sektor riil dan pembukaan akses lapangan kerja baru," papar Menkeu.

Untuk itu, pemerintah akan berupaya memperkuat fundamental perekonomian melalui penciptaan kebijakan yang mendukung penciptaan ekspansi ekonomi tinggi dan penciptaan stabilitas ekonomi makro secara berkesinambungan.

"Pemerintah juga akan melakukan evaluasi secara menyeluruh dan menciptakan inovasi dan kebijakan baru dalam berbagai dimensi ekonomi seperti aspek regulasi, prosedur bisnis, hukum, perpajakan, pengadaan tanah, kinerja birokrasi, serta kondisi infrastruktur," lanjut Menkeu.

Dengan mendasarkan perkembangan terkini ekonomi dan keuangan maka asumsi makro 2012 direncanakan antara lain pertumbuhan ekonomi 6,5-6,9 persen, inflasi 3,5-5,5 persen, suku bunga SPN 3 bulan 5,5-7,5 persen, nilai tukar rupiah Rp9.000-Rp9.300, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 75-95 dolar AS per barel dan lifting minyak 950-970 ribu barel per hari.

Sementara, Menkeu menjelaskan penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, dan konsumsi masyarakat akan membuat akselerasi pertumbuhan ekonomi 2011 lebih baik dari asumsi awal 6,4 persen pada APBN 2011.

Kondisi tersebut diperkirakan akan menekan tingkat pengangguran terbuka menjadi 6,8 persen dan kemiskinan menjadi 11,5-12,5 persen dari tahun sebelumnya 13,3 persen.

"Pemerintah optimis bahwa kinerja ekonomi 2011 akan berakselerasi pada level semakin tinggi, sebesar 6,5 persen, yang didorong oleh penguatan kinerja investasi, perdagangan internasional, konsumsi pemerintah, maupun konsumsi masyarakat," tutur Menkeu, menambahkan.

Dalam dokumen tertulis Kementerian Keuangan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2011 pemerintah memaparkan sejumlah proyeksi sejumlah faktor penyumbang pertumbuhan ekonomi 2011 yaitu konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9 persen, konsumsi pemerintah 5,1 persen, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 9,5 persen, ekspor 14,1 persen, dan impor 17,3 persen.

Selain itu, pemerintah mengubah seluruh asumsi makro ekonomi 2011 dimana rata-rata nilai tukar sepanjang 2011 diperkirakan sekitar Rp8.800-9.000 per dolar AS, lebih kuat dibandingkan asumsi Rp9.250 per dolar AS dalam APBN.

Laju inflasi 2011 diperkirakan akan mencapai sekitar 6 persen, lebih tinggi dari asumsi awal sebesar 5,3 persen.

Sedangkan untuk SBI 3 bulan, tidak lagi menjadi dasar penentuan tingkat bunga obligasi negara karena Bank Indonesia tidak akan menerbitkan instrumen moneter tersebut.

Pemerintah menggunakan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebagai asumsi yang diperkirakan sepanjang 2011 berkisar 5,5-6,5 persen.

Untuk harga minyak mentah Indonesia (ICP), pemerintah secara tidak langsung menganggap asumsi 80 dolar AS per barel dalam APBN 2011 tidak lagi relevan karena dengan tren kenaikan harga minyak dunia diperkirakan rata-rata ICP tahun ini akan mencapai kisaran 90-100 dolar AS per barel.

Tingkat produksi (lifting) minyak juga akan mengalami perubahan dari yang sebelumnya ditetapkan sebesar 970 ribu barel per hari (bph) dalam APBN 2011 karena ada penurunan produksi.

Tidak tercapainya target tersebut dikarenakan belum optimalnya sumur-sumur baru, terbatasnya investasi di sektor migas, keterbatasan peralatan dan teknologi, cuaca buruk dan perubahan iklim, serta dampak penerapan asas "cabotage".

Pemerintah memprediksi "lifting" minyak pada 2011 hanya mencapai kisaran 945 ribu - 970 ribu barel per hari.

(S034/C004)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011