Jakarta (ANTARA News)- Nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan terus menguat mengingat masih menariknya investasi jangka pendek di Indonesia seperti dalam saham, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan obligasi. "Rupiah masih akan menguat sepanjang tidak ada `profit taking` besar-besaran di pasar modal," kata pengamat pasar uang Farial Anwar di Jakarta, Senin mengomentari penguatan rupiah yang telah mencapai Rp9.450 per dolar AS pada Senin sore. Menurut dia, kondisi perekonomian global saat ini telah mendorong investor untuk memegang atau menanamkan modalnya dalam investasi rupiah karena masih tingginya selisih suku bunga yang didapat. Selain itu, menariknya rupiah terus berlanjut dengan penetapan suku bunga BI atau BI rate pada Senin ini yang tetap 12,75 persen, sehingga selisih suku bunga di Indonesia masih tinggi. "Suku bunga kita masih 12,75 persen sementara di Amerika hanya 4,25 persen. Ada keuntungan 8,5 persen jika investor memegang rupiah," katanya. Membaiknya nilai tukar rupiah, lanjutnya seiring dengan menguatnya indeks bursa Jakarta yang sudah menembus level 1.245 atau menguat 22,8 persen dibanding penutupan Jumat lalu. Dari kenaikan indeks saham itu, lanjutnya bisa menjadi indikator bahwa investasi jangka pendek terus masuk ke Indonesia, termasuk investor asing. Menurut Farial, selain faktor `profit taking` yang bisa mengganjal penguatan rupiah adalah rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) yang bisa memicu kenaikkan inflasi. "Selain faktor kemungkinan `profit taking`, rencana kenaikan TDL harus diwaspadai. Sementara faktor eksternal saat ini masih positif," katanya. Aksi ambil untung di pasar saham, menurut Farial sulit untuk dicegah karena investasi di sektor tersebut merupakan investasi jangka pendek, sehingga uang yang mudah masuk akan mudah pula keluar. "Yang kita waspadai adalah `profit taking` yang masif, besar-besaran. Tidak ada yang tau itu kapan terjadi," katanya. Sebelumnya, Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Humas BI Halim Alamsyah menilai penguatan nilai rupiah terjadi karena meningkatnya kepercayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Halim menyatakan banyak investasi jangka pendek dari luar negeri yang mengalir deras ke Indonesia karena kondisi perekonomian yang kian membaik serta melemahnya nilai dolar AS. "Membaiknya koordinasi BI dan pemerintah menjadi salah satu alasan investor untuk memasukkan modal jangka pendeknya ke Indonesia," katanya. Ke depan, katanya, kondisi itu diharapkan dapat mendorong masuknya pemodal jangka panjang.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006