Jakarta (ANTARA News) - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) minta, agar pemerintah meninjau kembali harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berlaku saat ini, dan benar-benar disesuaikan dengan kemampuan rakyat. "Kita meminta, agar dalam tahun ini tidak ada lagi kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Malahan, kita mengharapkan harga BBM yang berlaku saat ini ditinjau kembali, agar benar-benar disesuaikan dengan kemampuan rakyat," kata Wakil Ketua Umum DPP PPP, H. Alimarwan Hanan, di Jakarta, Rabu. Akibat kenaikan harga BBM lebih dari 100 persen yang lalu, PPP mensinyalir menimbulkan harga-harga barang kebutuhan melonjak tinggi, sehingga daya beli masyarakat makin rendah, dan berdampak antara lain munculnya penyakit rawan gizi, gizi buruk dan kelaparan terutama pada anak-anak. PPP mencium kemungkinan pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun ini, setelah melihat Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) kedua 2005 dengan meningkatnya jumlah subsidi BBM 7,2 persen dari target yang ditetapkan APBN. Target subsidi BBM pada APBN Perubahan kedua adalah Rp89,1 triliun. Total subsidi pada APBN-P kedua senilai Rp120,71 triliun atau 101,36 persen dari target Rp119,1 triliun. Menteri Keuangan mengatakan bahwa realisasi subsidi membengkak akibat pengeluaran subsidi BBM ke Pertamina meleset. Alimarwan mengatakan, partainya menyadari benar penderitaan rakyat, baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, makin bertambah setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Dampak kenaikan harga BBM itu dinilainya telah menambah beban penderitaan rakyat yang belum pulih dari krisis perekonomian yang melanda bangsa ini pada pertengahan 1997 lalu. Kenaikan harga BBM yang jauh di atas kemampuan rakyat, oleh PPP juga dinilai menambah jumlah penduduk miskin baru, baik akibat kehilangan pekerjaan, karena banyak perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawannya, maupun akibat penghasilan rakyat makin tak sebanding dengan kebutuhan hidup minimum lantaran harga-harga yang melambung. Dalam hal ini, PPP mencatat berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi 2005 yang 17,11 persen adalah yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Melesatnya inflasi itu terutama didongkrak oleh inflasi bulanan, yang pada Oktober lalu mencapai 8,7 persen, sehubungan kenaikan harga BBM per 1 Oktober 2005. "Kenaikan harga BBM ini telah menurunkan tingkat ksejahteraan secara menyeluruh," kata Alimawan Hanan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006