Surabaya (ANTARA) - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengaku siap meneruskan aspirasi Perkumpulan Masyarakat Peduli Nelayan (PMPN) yang meminta agar bantuan kapal hibah dari pemerintah diberikan sesuai kebutuhan nelayan.

"Pada intinya, DPD RI akan meneruskan aspirasi daerah sehingga mendapatkan perhatian dari stakeholder. Dan kami usahakan usulan itu sampai ke Pemprov atau Kementerian terkait," kata LaNyalla di Surabaya, Rabu.

Sebelumnya, saat LaNyalla sedang reses di Jawa Timur mendapat keluhan dan aspirasi dari Ketua PMPN, Oki Lukito serta Sekretaris PMPN, Kamil Annajib.

Kamil dalam aspirasinya mengakui bahwa sejauh ini bantuan kapal bagi nelayan dari pemerintah, khususnya di Jawa Timur, tidak sesuai keinginan para nelayan, sehingga kapal-kapal itu tidak bermanfaat alias mangkrak.

"Selama ini bantuan kapal dari pemerintah itu bersifat top down. Nah keinginan kami adalah bottom up. Bantuan kapal itu disesuaikan dengan usulan dari nelayan. Sesuai kearifan lokal masing-masing daerah," kata Kamil.

Baca juga: KKP lebih libatkan nelayan dalam perancangan bantuan kapal perikanan
Baca juga: Program kapal bantuan nelayan harus perhatikan kearifan daerah

Dijelaskannya, bantuan kapal nelayan untuk saat ini berupa kapal fiberglass dengan mesin besar. Padahal, masih banyak nelayan yang ingin kapal bantuan berupa kapal kayu dengan mesin antara 10 hingga 50 PK.

"Antara wilayah yang satu dengan yang lain itu berbeda. Makanya, hibah kapal ini agar tepat sasaran perlu memahami kemauan nelayan. Kapal seperti apa yang sangat tepat dengan mereka yang akan memakainya," ucap Kamil.

Ia mencontohkan di wilayah Bangkalan, nelayan telah mengusulkan kapal kayu jati ukuran 7 GT dengan mesin 30 PK. Sementara kalau Banyuwangi bisa memakai kapal fiberglass dan kapal kayu.

"Poinnya adalah agar hibah kapal bermanfaat dan berdaya guna untuk masyarakat. Kalau akhirnya tidak dipakai kan sia-sia, artinya yang rugi bukan saja penerima bantuan tetapi juga pemerintah," ujarnya.

Sementara itu, Ketua PMPN, Oki Lukitoi berharap pemerintah memberi perhatian terhadap nasib nelayan di Jatim. Terutama saat terjadi paceklik ikan yang biasanya berlangsung selama 5 bulan.

"Waktu efektif para nelayan melaut itu sekitar 7 bulan. Karena 2 bulan musim angin barat dan 3 bulan musim angin timur. Itu nelayan tidak bisa melaut," kata Oki.

Baca juga: HNSI Sambas: Kapal bantuan KKP jarang digunakan nelayan
Baca juga: Nelayan Aceh Barat takut gunakan kapal bantuan

Selama waktu itu, banyak nelayan yang akhirnya ganti profesi. Menjadi buruh serabutan atau kerja bangunan di kota lain untuk menyambung hidup.

"Kami berharap pemerintah memberikan solusi agar para nelayan ini tetap mendapatkan penghasilan, namun ruhnya sesuai lingkungan mereka di pesisir dan laut," katanya.

PMPN juga mengusulkan supaya pemerintah mengembangkan budi daya ikan di laut, kerang, rumput laut, karamba dan sejenisnya untuk mereka.

"Jadi penghidupan mereka masih berkorelasi dengan laut, sesuai hati para nelayan ini," katanya.

Di Jatim, menurutnya, ada sekitar 400 ribu nelayan yang tersebar di 22 kabupaten/kota dengan tingkat kesejahteraan masih di bawah rata-rata. Dan setiap melaut dengan waktu minimal 2 hari, satu nelayan hanya mendapatkan Rp50 ribu hingga Rp 100 ribu.

"Karena saat pembagian hasil, sepertiga hasil tangkapan merupakan jatah pemilik kapal, sepertiga untuk nahkoda dan juru mesin dan sisanya untuk nelayan," katanya.

Baca juga: KKP harapkan bantuan pemerintah digunakan optimal nelayan

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2021