Jakarta (ANTARA) - Dalam sebuah perbincangan di BBC pada tahun 1995, mantan bintang Liverpool yang menjadi analis pertandingan, Alan Hansen mengkritik keras performa Manchester United (MU) pada laga pembuka Liga Inggris musim 1995-1996.

Ketika itu, Manchester United yang menjadi salah satu kandidat juara dikalahkan Aston Villa dengan skor 1-3.

"Kalian tidak akan bisa memenangkan apapun dengan anak-anak (You can't win anything with kids)," kata Hansen.

Ucapan Hansen diketahui dan diserap betul-betul oleh pelatih MU saat itu, Sir Alex Ferguson. Namun, alih-alih tersinggung, kalimat tersebut justru melipatgandakan motivasi dan kepercayaannya kepada para pemain muda yang ada di timnya.

Pada awal musim 1995-1996, Ferguson memang memilih pemain-pemain muda berbakat tetapi minim pengalaman dari akademi MU untuk memperkuat skuad. Mereka ini dikenal dengan sebutan "Class of '92", generasi yang memenangkan Piala FA Remaja pada tahun 1992.

Saat itu, Ferguson memberikan kesempatan bermain kepada Gary Neville (kala itu berumur 20 tahun), Phil Neville (18 tahun), David Beckham (20 tahun), Nicky Butt (20 tahun), Ryan Giggs (22 tahun). Ada pula John O'Kane (21 tahun), Collin Murdock (20 tahun) dan Pat MacGibbon (22 tahun).

Anak-anak muda itu menjadi penyangga MU ketika pemain andalan seperti Eric Cantona disanksi akibat melakukan kekerasan terhadap penonton. MU pun sudah menjual sosok-sosok senior seperti Mark Hughes, Andrei Kanchelskis dan Paul Ince.

Baca juga: Shin Tae-yong dan ambisi Indonesia akhiri paceklik gelar

Dengan komposisi skuad seperti itu, Manchester United mematahkan prediksi Alan Hansen. Skuad "Setan Merah" mampu merebut juara Liga Inggris 1995-1996 dari tangan kampiun musim sebelumnya Blackburn Rovers.

MU bahkan meraup gelar keduanya pada musim itu dengan menjadi yang terbaik di Piala FA. Di final, MU mengandaskan klub pujaan Alan Hansen, Liverpool dengan skor 1-0.

Pada musim 1995-1996, MU pun dinobatkan sebagai juara Liga Inggris dengan rerata umur pemain termuda sepanjang sejarah yaitu 25,7 tahun.

Rekor tersebut baru bisa dipatahkan pada musim 2004-2005 oleh skuad Chelsea yang menjadi kampiun Liga Inggris di bawah asuhan Jose Mourinho. Rata-rata umur pemain Chelsea kala itu 24,3 tahun.

Bocah-bocah Class of '92 dalam prosesnya terus berkembang dan, puncaknya, membawa MU merengkuh tiga gelar sekaligus atau "treble winner" pada musim 1998-1999. Belum ada klub Inggris yang mampu menyamai prestasi itu hingga saat ini.


Timnas Indonesia

Pesimisme Alan Hansen sedikit banyak mengiringi perjalanan tim nasional Indonesia di Piala AFF 2020. Sebelum turnamen dimulai, tidak sedikit pihak yang memprediksi Indonesia sulit mencapai final Piala AFF 2020 karena membawa mayoritas pemain muda.

Sebagian besar dari 30 pemain yang disertakan pelatih skuad "Garuda" Shin Tae-yong ke turnamen yang digelar di Singapura itu memang berusia 23 tahun ke bawah. Rata-rata usia pemain timnas Indonesia di Piala AFF 2020 yakni 23,8 tahun.

Dari total pemain "Garuda" di Piala AFF 2020, hanya empat nama yang sudah pernah mencicipi Piala AFF yakni Evan Dimas, Irfan Jaya, Victor Igbonefo dan Fachruddin Aryanto. Sisanya merupakan debutan.

Namun, Indonesia mampu membuktikan diri. Pratama Arhan dan kawan-kawan berhasil lolos ke semifinal sebagai juara Grup B.

Bukan cuma itu, Indonesia juga tercatat sebagai tim tersubur sepanjang penyisihan grup dengan membuat 13 gol. Indonesia menaklukkan Kamboja 4-2, Laos 5-1 dan Malaysia 4-1. Adapun Vietnam ditahan imbang 0-0.

Di semifinal, Indonesia sukses menyingkirkan tuan rumah turnamen dengan agregat skor 5-3.

Skuad "Garuda" sampai di final untuk menghadapi Thailand yang di empat besar menundukkan juara Piala AFF 2018, Vietnam.

Leg pertama final Piala AFF 2020 digelar pada 29 Desember 2021 dan leg kedua pada 1 Januari 2022 di Stadion Nasional, Singapura. Kedua pertandingan itu dimulai pukul 19.30 WIB atau 20.30 waktu setempat.

Baca juga: Egy Maulana minta dukungan penuh suporter untuk taklukkan Thailand

Thailand sendiri mempunyai sederet pemain berpengalaman. Rerata usia pemain tim "Gajah Perang" di Piala AFF 2020 adalah 27,1 tahun.

Dari jam terbang, skuad Thailand juga sarat pengalaman. Di sana ada para pemain yang membawa Thailand juara Piala AFF 2016 yaitu Teerasil Dangda, Chanatip Songkrasin, Tristan Do, Sarach Yooyen dan Theerathon Bunmathan. Namun, pada leg pertama final, Theerathon dipastikan absen karena akumulasi kartu kuning.

Selain Theerathon, kiper andalan Chatchai Budprom juga dipastikan absen kontra Indonesia lantaran mengalami cedera yang membuatnya harus menuntaskan turnamen lebih cepat.

Secara kualitas individu, ditambah pengalaman tentunya, Thailand bisa dikatakan berada di atas Indonesia.

Akan tetapi, timnas Indonesia memiliki semangat dan motivasi menggebu. Selain itu, jangan pernah ragukan jejak karier pelatih Shin Tae-yong yang panjang sebagai pemain dan pelatih. Shin merupakan juru taktik timnas Korea Selatan di Piala Dunia 2018, di mana mereka mempermalukan Jerman 2-0.

"Sebagai pemain dan pelatih, saya sudah meraih lebih dari 20 gelar juara. Jadi saya mempunyai pengalaman untuk pertandingan final seperti ini. Saya mau juara, tetapi gelar juara tidak bisa dicapai hanya karena ingin. Harus ada kerja keras. Kami akan menyusun strategi dan mencoba untuk menjadi yang terbaik di Piala AFF 2020," ujar Shin.

Baca juga: Kontra Thailand, Shin tak permasalahkan timnas tanpa Pratama Arhan

Indonesia, seperti halnya Thailand, juga kehilangan bek andalan Pratama Arhan saat leg pertama karena akumulasi kartu kuning. Namun, Shin menganggap itu bukan masalah karena ada pemain lain yang bisa menjadi pengganti.

Pertemuan Indonesia dengan Thailand di final Piala AFF 2020 merupakan ulangan final Piala AFF 2000, 2002 dan 2016 yang semuanya dimenangkan Thailand.

Bagi skuad "Garuda", itu menjadi final keenam sepanjang keikutsertaan di Piala AFF setelah sebelumnya mencatatkan pencapaian serupa pada tahun 2000, 2002, 2004, 2010 dan 2016 dengan hasil tanpa gelar juara.

Di luar faktor teknis, banyak hal yang berpotensi menentukan hasil sebuah pertandingan final. Mental, pengalaman juga hal yang tak terduga seperti keputusan wasit menjadi beberapa di antaranya.

Akan tetapi, pelatih tersukses Manchester United Sir Alex Ferguson memiliki pandangan lain soal bagaimana caranya menjadi kampiun. Bagi pria yang memberikan 38 trofi juara untuk MU itu, termasuk 13 kali juara Liga Inggris, yang terpenting dari semuanya adalah persiapan.

Sir Alex bilang begini dalam bukunya, Leading: Learning from My Life and My Years at Manchester United (2015), "Jika anda bisa mengumpulkan 11 orang pemain berbakat yang bisa berkonsentrasi penuh selama latihan, menjaga pola makan dan kebugaran tubuh, mengatur waktu tidur serta selalu tepat waktu, maka anda sudah setengah jalan untuk memenangkan trofi".

Baca juga: Shin tekankan pentingnya mental kuat hadapi laga final kontra Thailand

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Irwan Suhirwandi
COPYRIGHT © ANTARA 2021