Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan mengenakan sanksi hukum yang tegas dalam Rancangan Undang-Undang Penataan Ruang yang saat ini dalam proses di Badan Musyawarah DPR-RI baik ditujukan kepada pelanggar maupun pemberi izin. "Yang membedakan dengan UU No. 24 tahun 2002 mengenai penataan ruang adalah pemberian sanksi yang lebih jelas dan tegas," kata Direktur Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Hermanto Dardak dalam orientasi wartawan, Sabtu. Terkait dengan pemberian sanksi itu, kata Hermanto, dalam Rancangan Undang-Undang tersebut diatur secara lebih terukur mengenai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) suatu wilayah misalnya dalam suatu koridor jalan harus diatur jelas besarnya prosentase peruntukan untuk kawasan komersial, hunian, dan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dengan demikian izin-izin yang diberikan dalam kawasan itu akan dapat mudah dikontrol karena disana sudah dilengkapi rambu-rambu kawasan-kawasan yang boleh atau tidak dibangun, kata Hermanto. Sedangkan untuk kawasan yang sudah terlanjur terbangun seperti dikoridor Jalan Gatot Subroto - Sudirman - Thamrin maka pemilik gedung-gedung bertingkat hanya diwajibkan untuk menyediakan RTH, jelasnya lagi. Kemudian dalam RUU Penataan Ruang juga diaturnya mengenai kawasan strategis Jakarta - Bogor - Depok - Tangerang - Bekasi - Puncak - Cianjur (Jabodetabekpunjur) menjadi satu kesatuan yang saling mendukung. "Banjir yang melanda Jakarta disebabkan rusaknya lingkungan di kawasan Puncak dan Cianjur. Namun kita tidak dapat seenaknya meminta kawasan itu kembali dijadikan kawasan resapan air tanpa adanya kompensasi yang diberikan kepada masyarakat. Harus ada timbal-balik," papar Hermanto. Kemudian jangka waktu untuk RUTR juga disesuaikan dengan rancangan yakni selama 20 tahun, namun apabila ada sesuatu yang mendesak dapat dilakukan perbaikan sesuai kebutuhan. RUU juga mengatur soal pengembangan kota satelit, seharusnya untuk kota-kota satelit seperti Bumi Serpong Damai (BSD) sebanyak 40 persen yang tinggal di kawasan itu juga bekerja di kawasan tersebut dengan demikian tidak akan membuat kemacetan di pusat kota, kata Hermanto. Mengenai RTH yang diatur untuk kota-kota besar seharusnya 30 persen, namun di DKI Jakarta hanya 19 persen, terkait hal itu pihak Pemprov berjanji untuk meningkatkan RTH secara bertahap menjadi 14 persen, jelas Hermanto.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006