Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasih, menilai bahwa direksi dan jajaran komisaris PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) bisa dipidana karena melanggar UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terkait akuisisi PT Indosiar Karya Mandiri, Tbk.

"Tindakan itu sudah jelas melanggar UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan bisa dipidana baik pemilik maupun pengelola PT EMTK," kata Achsanul Qosasih di Gedung DPR Jakarta, Kamis.

Menurut Achsanul, pihak yang melakukan pelanggaran dalam hal ini bukan lagi Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), namun pemilik PT EMTK karena mereka nekad melanggar UU Penyiaran.

"Yang melanggar itu ya pemiliknya, bukan Bapepam-LK," tambahnya.

Politisi Partai Demokrat itu mengatakan, setiap aktivitas perusahaan akan tunduk kepada sejumlah UU. Artinya, selain UU Perseroan, mereka juga terikat pada UU lain yang terkait bidang usahanya.

"Contohnya, perusahaan tambang batubara, selain terikat UU Perseroan juga terikat UU Minerba. Lalu ketika masuk bursa juga terikat pula UU Pasar Modal," terangnya.

Menyangkut akuisisi Indosiar, ujar Achsanul, maka hal itu harus terikat pula dengan UU Penyiaran. Bapepam tak punya hak melarang ataupun menyetujui, sepanjang tidak bertentangan dengan UU Pasar Modal. "Jika pemiliknya tetap melakukan hal ini, maka mereka melanggar UU Penyiaran yang bukan domain Bapepam," ucapnya.

Bapepam, menurut dia, hanya menjalankan fungsi aksi korporasi sesuai UU Bapepam-LK. Sedangkan UU Penyiaran lebih mengatur bisnis dan etika usaha penyiaran jangan sampai terjadi usaha monopoli dalam usaha penyiaran.

Secara terpisah, anggota Komisi I DPR, Ahmad Muzani, mengapresiasi langkah yang diambil jajaran direksi dan komisaris Indosiar.

Hal tersebut dinilai Muzani sebagai wujud dari rasa tidak terima mereka pada keputusan akuisisi itu sendiri. "Ini sebagai protes mereka atas kebijakan akuisisi," kata Ahmad Muzani.

Atas peristiwa tersebut, Muzani juga mengatakan bahwa Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring tidak tegas dalam menjalankan fungsi dan perannya. Sebab, dalam kasus tersebut Tifatul selayaknya berjuang maksimal agar akuisisi tidak dilaksanakan sebelum ada kepastian hukum tetap.

Politisi Partai Gerindra itu mengaku bahwa sebelum akuisisi tersebut dilaksanakan, dirinya pernah menyampaikan saran agar para pihak yang terkait dalam akuisisi meminta fatwa dari Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga apapun fatwa yang dikeluarkan nantinya akan bisa mewakili semua kepentingan, terutama pembeli maupun penjual saham Indosiar.

"Sebaiknya selesaikan lewat MK sehingga beda tafsir dalam undang-undang tersebut bisa diselesaikan lewat jalur hukum," ujar Muzani lagi.

Menurut dia, perselisihan tersebut merupakan akibat dari pemahaman yang berbeda atas keberadaan UU Penyiaran dan UU Perseroan. Sekalipun menurut UU Perseroan akuisisi itu bisa dilaksanakan, namun UU Penyiaran justru melarang.
(T. D011/S019)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2011