Jakarta (ANTARA News) - Menkominfo Tifatul Sembiring mengatakan seorang pejabat harus siap dikritisi dan disorot oleh publik karena hal itu merupakan bagian dari keterbukaan informasi publik.

"Peran Komisi Informasi baik yang di pusat maupun daerah adalah mengawasi berlakunya UU KIP 14/2008, menyosialisasikannya kepada badan-badan publik, baik eksekutif, legislatif, yudikatif juga ke masyarakat", ujar Tifatul saat pembukaan Rakornas Komisi Informasi Publik (KIP) di Yogyakarta, Jumat.

Di samping UU 14/2008 mengenai KIP untuk meningkatkan transparansi, partisipasi publik dan juga akuntabilitas publik, Tifatul melalui pesan tertulisnya menambahkan bahwa media sosial juga semakin memberi ruang kepada masyarakat untuk mengontrol pemerintahan dan pejabat publik. Bahkan melalui media sosial, media-media konvensionalpun tidak luput dari kritik dan sorotan publik.

"Media konvensional tidak lagi mutlak sebagai sarana pembentuk opini, saat ini media sosial juga sangat berpengaruh dan di `update` (perbaharui) setiap saat. Lihatlah apa yang terjadi di Tunisia, Mesir dan negara-negara Arab lainnya", kata Tifatul.

Mengutip istilah Wapres Boediono, Tifatul menyampaikan bahwa suara dalam terminologi bahasa Inggris dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu voice (suara), sound (bunyi) dan noise (berisik/gaduh) . Contohnya "voice of people" (suara), "sound of bird" (bunyi burung) dan kadang cuma sekedar "noise", seperti suara berisik.

"Saya setuju dengan Wapres bahwa suara publik itu pun ada yang berupa "voice", mungkin cuma "sound" atau bahkan hanya "noise". Jadi kita harus pandai-pandai memilah mana yang harus ditanggapi," ujar Tifatul.

Dalam alam demokrasi dan keterbukaan seperti saat ini maka seluruh pejabat publik diharapkan siap selalu untuk dimintai informasi yang memang menjadi hak publik. Melalui UU 14/2008 ini maka kini publik punya hak untuk mengetahui informasi publik, kecuali rahasia2 yang sudah diatur juga dalam undang-undang tersebut.

Terakhir, Menkominfo berpesan kepada seluruh komisioner KIP baik yang Pusat maupun Daerah yang akan mengadakan Rakornas, agar tidak merasa senang jika banyak gugatan dan sengketa informasi. Namun justru akan lebih senang bila dapat meng-islah, mempertemukan dua pihak yang bersengketa.(*)
(T.U002/M027)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011