Jakarta (ANTARA News) - Mantan Direktur Jendral Bimas Islam dan Penyelenggaraan Ibadah Haji Departemen Agama Taufik Kamil dalam nota pembelaannya menyatakan bahwa dirinya adalah pelayan haji yang menjalankan tugas dan wewenang sesuai dengan yang diberikan kepadanya dan bukan seorang koruptor. "Saya telah ditahan, didakwa dan dituntut atas dasar prasangka bersalah yang dibingkaikan secara canggih melalui pembentukan pendapat umum," katanya dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin. Taufik mengatakan pembentukan tim dan kepanitiaan kerja dalam pelaksanaan ibadah haji oleh Departemen Agama tidak dilakukan untuk tujuan memperkaya diri-sendiri seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam surat tuntutannya. "Saya menjabat apapun termasuk Dirjen tidak dengan pikiran untuk mencari uang atau memperkaya diri," ujarnya. Taufik juga mengatakan tujuan penerimaan BPIH yang disetor oleh calon jemaah haji adalah untuk dikembalikan lagi oleh Departemen Agama dalam bentuk pelayanan, pembinaan dan perlindungan kepada calon jemaah haji sehingga jika dari setoran BPIH tidak diperoleh hasil efisiensi maka itu adalah sesuatu yang wajar. Menurut Taufik, hal itu sangat dipahami oleh anggota Komisis VI DPR RI karena mereka tahu persis betapa besarnya kebutuhan fasilitas dan sarana haji yang tidak mendapat dukungan APBN. "Jika pada musim haji 2003 dan 2004 tidak ada efisiensi maka itu juga untuk pelayanan calon jemaah haji karena dialokasikan untuk biaya renovasi wisma haji," katanya. Taufik mengatakan, pemberian biaya audit kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga dilakukan karena BPK sendiri tidak mampu membiayai audit tersebut. Padahal, menurut dia, hasil audit BPK sangat penting sebagai bahan penyusunan laporan Menteri Agama kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tuntutan undang-undang. Ia juga menjelaskan asal-usul rekening-rekening di luar Dana Abadi Umat (DAU) yang, menurut dia, dibuka semasa dirinya menjadi Dirjen dan ada pula yang berada dari masa sebelumnya, yang dilakukan atas saran BPK dengan tujuan untuk mengamankan keuangan haji dan agar administrasinya dibukukan secara baik setiap bulan. Untuk perbaikan proses pembukuan, kata dia, BPK meminta dilakukan pemisahan antara rekening BPIH tahun berjalan dengan sisa BPIH tahun sebelumnya yang masih akan diguanakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga. "Maka BPK mengusulkan agar kami membuat rekening tersendiri karena usul ini sangat baik maka kami membuka rekening dana penampungan sisa BPIH," ujarnya. Rekening dana pengelolaan DAU dan dana pengelolaan BPIH serta penyisihan biaya pengelolaan sebanyak 10 persen dari DAU dan BPIH, menurut Taufik, juga dilakukan atas saran BPK karena, menurut pihak BPK, amat berbahaya bagi pengelola untuk mengurus dan mengelola uang umat ratusan miliar tanpa honor sama sekali. Menurut Taufik, logika usulan BPK tersebut juga sesuai dengan pasal 19 Keppres nomor 22/2001 yang menyebutkan bahwa segala pembiayaan untuk pelaksanaan BPIH dan DAU dibebankan pada hasil efisiensi BPIH dan dari sumber lain. "Jadi itulah asal usul dan alasan mengapa kami membuat rekening-rekening tersebut. Seandainya tidak ada saran BPK, kami tidak akan memikirkannya," katanya. Sementara itu dalam nota pembelaan yang disampaikan terpisah kuasa hukum Taufik menyatakan bahwa pengeluaran BPIH yang dilakukan oleh Bendahara BPIH dan disetujui oleh terdakwa dilakukan atas perintah Menteri Agama yang didasari oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Agama. Kuasa hukum Taufik menilai selama persidangan, JPU tidak bisa membuktikan unsur melawan hukum yang dilakukan terdakwa dan juga berapa penambahan kekayaan yang diperoleh terdakwa yang diduga sebagai hasil korupsi. Dalam pledoinya, penasehat hukum terdakwa juga meminta majelis hakim yang diketuai Cicut Sutiarso supaya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan menyatakan tidak bersalah. Selain itu jika majelis hakim menyatakan delik dakwaan JPU terbukti maka, menurut kuasa hukum Taufik, terdakwa tidak dinyatakan melakukan tindak pidana karena terdakwa dalam perbuatannya hanya melakukan perintah jabatan seperti yang diatur dalam pasal 51 KUHP. Sebelumnya Taufik Kamil dituntut dengan hukuman penjara selama delapan tahun penjara atas kasus dugaan DAU yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp719 miliar. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006