Semarang (ANTARA News) - Banyak perusahaan diperkirakan akan menghentikan usahanya jika PT PLN tetap menaikkan tarif dasar listrik (TDL), karena sepanjang 2005 pelaku bisnis sudah harus menanggung berbagai kenaikan biaya produksi terutama akibat naiknya harga bahan bakar minyak (BBM). "Kalau PLN tetap memaksakan TDL naik, pasti banyak industri akan gulung tikar karena tidak kuat menanggung biaya produksi yang terus melambung," kata penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Daradjat Harahap, di Semarang, Selasa. Ia mengungkapkan, kenaikan harga BBM Oktober 2005, menyebabkan puluhan perusahaan mengurangi tenaga kerja, bahkan tidak sedikit yang terancam bangkrut karena tidak kuat menanggung kenaikan biaya produksi. Ketika PLN memberlakukan tarif Daya Max Plus akhir tahun lalu saja, kata Darajat, hampir semua pengusaha menolak kebijakan tersebut, apalagi bila kenaikan tarif itu diberlakukan secara permanen seperti diusulkan PLN saat ini. "PLN harus transparan, berani memaparkan berapa besar biaya pokok produksi (BPP). Ini diperlukan, agar masyarakat tahu seberapa besar biaya produksi yang ditanggung PLN untuk memproduksi listrik. Dari sini akan diketahui, apakah BPP tersebut sudah efisien atau belum," kata mantan Ketua Apindo Jateng ini. Bila harga TDL yang ditetatpkan PLN sudah memenuhi syarat efisiensi, menurut dia, dunia bisnis dan warga masyarakat bisa lebih memahami kebijakan tersebut, namun diyakini kenaikan TDL tidak akan sampai 100 persen. Ia menegaskan, rentetan akibat kenaikan TDL sangat luas dan yang paling mengerikan bila pelaku industri sampai menutup usahanya, sehingga terjadi ledakan pengangguran. Padahal, dalam situasi sulit seperti saat ini, banyak angkatan kerja baru belum sepenuhnya terserap pasar kerja. Menurut dia, secara makro, prospek perekonomian nasional dan ekspor masih tetap terbuka bila komoditas strategis seperti BBM dan listrik, harganya masih kompetitif.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006