Padangpariaman, Sumbar (ANTARA News) - Warga Desa Tarok, Nagari Kepala Hilalang, Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat menggelar upacara adat usai penangkapan Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) yang sering memakan hewan ternak.

Warga setempat, Pangeran (35) di Desa Tarok, Sabtu, mengatakan, harimau sebelum ditangani pihak terkait harus diupacaraadatkan oleh pemuka masyarakat.

Ia menyatakan, ketika akan menangkap harimau betina usia lima tahun itu masyarakat telah menyiapkan ritual adat selama enam bulan.

Karena itu, ketika harimau dapat ditangkap, kembali harus digelar upacara adat paling lama sepekan.

Masyarakat juga telah menyiapkan penerangan di tengah hutan menggunakan mesin genset.

Menurut dia, kegiatan adat yang akan digelar pada malam hari itu di antaranya menampilkan kesenian Minangkabau, yakni randai dan silat, yang dimaksud supaya dua ekor harimau lain yang masih berkeliaran tidak menganggap harimau yang ditangkap dianiaya manusia.

"Jadi harimau juga diperlakukan layaknya manusia yang berhak menikmati sajian kesenian tradisi sekaligus menghormati `Inyiak Balang` (sebutan masyarakat untuk harimau, red)," katanya.

Selama upacara adat, masyarakat akan tetap memberi makan sang Raja Hutan agar tidak stres dan sakit.

Untuk keamanan selama upacara, katanya, pawang harimau telah disiapkan di sekitar lokasi dekat kandang dimana harimau betina terperangkap.

Selain itu, petugas Polisi Kehutanan dari Dinas Kehutanan Sumbar juga ikut berjaga-jaga di sekitar lokasi.

Sebelum upacara dimulai, pemuda dan pemuka masyarakat akan menggelar rapat koordinasi di mushala desa untuk menentukan keputusan tindak lanjut terhadap harimau yang ditangkap.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar Candra Putra menyatakan, bila upacara adat telah selesai pihaknya akan membawa harimau tersebut.

Rencananya harimau akan dititipkan di Kebun Binatang di Bukittinggi.

Menurut dia, Harimau Sumatera merupakan binatang yang dilindungi, sehingga pihaknya berhak segera membawa harimau yang seharusnya lepas di habitatnya itu.  (ANT208/R014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011