Jakarta (ANTARA News) - Membangun Republik ini perlu langkah-langkah yang bersifat terobosan. Wilayah yang begitu luas, dengan segala potensi dan tantangan yang ada, haruslah disikapi secara arif dan bijaksana sesuai konteks kewilayahan yang ada.

Untuk itu, salah satu langkah terobosan yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah menetapkan arah kebijakan nasional yang berbasis kewilayahan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2010 - 2014.

Sesuai visi pembangunan yang inklusif ini, maka pada kurun waktu 2010 - 2014, Presiden SBY manaruh perhatian yang besar pada pendekatan kewilayahan yang terukur. Strategi utamanya adalah mendorong pengembangan ekonomi wilayah-wilayah di luar pulau Jawa-Bali, sambil menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa-Bali.

Dan, komitmen yang tinggi ini diwujudkan melalui kebijakan baru yang telah dicanangkan pada 27 Mei 2011 lalu, yaitu kebijakan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Tahun 2011 - 2025.

Minggu lalu, tepatnya, tanggal 6 Juli 2011, Presiden SBY kembali menggelar Rapat Koordinasi Khusus untuk mencermati pelbagai persiapan pelaksanaan MP3EI dan kegiatan-kegiatan `groundbreaking' baru yang akan didorong dalam waktu dekat.

Bagaimanakah kita memaknai kehadiran kebijakan MP3EI ini?

Presiden SBY begitu terbuka dengan aspirasi yang berkembang di publik. Hal itu tampaknya pada proses pembuatan kebijakan (policy-making process) MP3EI yang sangat partisipatif dan transparan.

Pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatu dalam tarikan langkah yang sama dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif.

Kebijakan baru ini tentu dilandasi oleh strategi yang pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-environment.

Pada awalnya, dalam sebuah acara diskusi dengan Kamar Dagang Industri (KADIN), di Jakarta, 10 September 2009, Presiden mengajak semua pelaku dunia usaha untuk melangkah bersama, saling sinergi, dan saling mendukung menuju masa depan yang lebih baik. Hal ini menuntut `debottlenecking' yang berguna bagi percepatan dan perluasan ekonomi kita.

Presiden kembali mengingatkan perihal pentingnya percepatan dan perluasan ekonomi nasional pada saat kuliah umum di kampus Institut Teknologi Surabaya (ITS), 14 Desember 2010.

Dua minggu kemudian, digelar rapat Kabinet Terbatas, di Istana Bogor, 30 Desember 2010.

Dalam kesempatan itu, Presiden SBY mengingatkan keberadaan keberadaan Indonesia di pusat baru grativitasi ekonomi regional dan dunia, yaitu kawasan Timur Asia.

Untuk itu, Indonesia memerlukan suatu transformasi ekonomi berupa percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi menuju negara maju dan sejahtera yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.

Serangkaian pertemuan di gelar sejak Desember 2010. Untuk lebih sempurnanya, Pemerintah menggelar dua kali Rapat Kerja Pemerintah dalam kurun waktu 4 (empat) bulan pertama tahun 2011 ini. Pertama, Rapat Kerja Pemerintah yang dipimpin oleh Presiden SBY, dan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan para Gubernur se-Indonesia. Rapat ini di gelar di Istana Bogor, pada 21 - 22 Februari 2011.

Kedua, Rapat Kerja Pemerintah kembali digelar di Istana Bogor, pada 18 - 19 April 2011, yang membahas rancangan akhir MP3EI. Pada kesempatan ini, Presiden mengundang pimpinan perusahaan swasta, para Gubernur, dan pimpinan BUMN.

Proses pembuatan kebijakan terlihat begitu partisipatif, transparan, dan demokratis. Bahkan pelbagai kritikan keras muncul dari para pimpinan dunia usaha, terutama soal perijinan, pelepasan tanah, tata ruang, maupun efek otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden sangat terbuka dengan aspirasi, saran, dan pandangan konstruktif yang berguna bagi perbaikan pembangunan ekonomi nasional.

Pendekatan Terobosan

Perhatian yanag serius ditunjukkan oleh Presiden SBY dalam menata dan memperbaiki pelbagai kebijakan pembangunan. Tanpa ragu, Presiden mengkritik sendiri jajaran birokrasi, baik di pusat dan di daerah sebagai salah satu penyakit dalam pembangunan nasional. Karena itu, dalam berbagai kesempatan, Presiden memaknai kebijakan MP3EI ini sebagai langkah cerdas dan fokus, dengan tolok ukur dan pola manajemen yang jelas. Dan yang terpenting, pengembangan MP3EI dilakukan dengan pendekatan terobosan dan bukan 'business as usual'.

Harapan Presiden adalah melalui langkah percepatan ini, Insya Allah, kita akan mendudukkan negara kita sebagai sepuluh negara besar di dunia pada tahun 2025 dan enam negara besar pada tahun 2050.

Jika disimak seksama, ada dua kata kunci dalam kebijakan MP3EI ini, yaitu percepatan dan perluasan.

Harapannya, rencana induk ini dapat mempercepat pengembangan berbagai program pembangunan yang ada, terutama dalam mendorong peningkatan nilai tambah sektor-sektor unggulan ekonomi, pembangunan konektivitas, dan pembangunan SDM dan IPTEK.

Demikian pula, aspek perluasan ekonomi mutlak dilakukan. Sejak awal, visi dan misi Presiden SBY adalah mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.

Dengan kebijakan perluasan pembangunan ekonomi, diharapkan hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, baik yang tinggal di kawasan perdesaan maupun perkotaan. Inilah makna perluasan.

Sesuai visi pembangunan yang inklusif dan berkeadilan, kebijakan baru MP3EI ini menerapkan pendekatan kewilayahan berbasis enam (6) koridor, yaitu koridor Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku. Dalam konteks koridor Kalimantan, Presiden ingin menjadikan Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional. Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, dan Samarinda adalah empat pusat ekonomi yang terkoneksi melalui jalur penghubung koridor.

Kebijakan MP3EI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). MP3EI bukan dimaksudkan untuk mengganti dokumen perencanaan pembangunan yang telah ada seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 - 2025 dan Rencana RPJMN Tahun 2010 - 2014.

Dokumen MP3EI adalah dokumen yang terintegrasi dan komplementer untuk melakukan percepatan dan perluasan pembangunan nasional. Dalam kaitan ini, Pemerintah mendorong realisasi investasi skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama dan mengupayakan sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil. Dan tak lupa, sejumlah center of excellence dikembangkan di setiap koridor ekonomi wilayah.

Angin dan badai pasti ada di hadapan kita. Namun, kita harus menghadapinya dan terus melangkah optimis dan berani menjawab segala tantangan. Presiden menyadari bahwa kita masih menghadapi sumbatan birokrasi baik di pusat dan daerah, serta keterbatasan infrastruktur dasar.

Namun, di sisi lain, seringkali kita juga dihadapkan dengan cek kosong dari pelaku dunia usaha untuk berinvestasi di pelbagai sektor yang tersebar di wilayah-wilayah di Tanah Air.

Demikian pula, apalagi jika ada kepentingan dan proses politik baik di pusat dan daerah yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam proses implementasi dari Masterplan ini.

Karena itu, Presiden selalu mengingatkan kita bahwa perubahan tidak datang satu malam dan tidak segampang membalikkan tangan. Perubahan butuh waktu, kesungguhan, konsistensi, dan kebersamaan. Pendekatan terobosan melalui MP3EI berupaya untuk mewujudkan cita-cita ini. Visi adalah skenario jangka panjang. Untuk menjadi negara maju pada tahun 2025, maka pendapatan per kapita berkisar 14.250-15.500 dolar Amerika dengan nilai total perekonomian (PDB) berkisar 4,0- 4,5 triliun dolar.

Peta Jalan

Untuk mewujudkan cita-cita besar ini, diperlukan peta jalan (road map) yang terukur, berkesinambungan, dan terfokus. Fase 1 (2011-2015) bersifat implementasi quick win, Fase 2 (2016 - 2020) ditujukan untuk memperkuat basis ekonomi dan investasi, dan Fase 3 (2021-2025) untuk melaksanakan pertumbuhan berkelanjutan.

Empat tahun pertama inilah menjadi kunci bagi keberhasilan selanjutnya. Quick win mutlak dibutuhkan untuk debottlenecking regulasi, perijinan, insentif, dan pembangunan dukungan infrastruktur. Tak lupa, aspek SDM diperkuat di berbagai koridor ekonomi wilayah.

Fase-fase selanjutnya, perhatian difokuskan pada penguatan inovasi dan peningkatan daya saing, serta kegiatan industri yang bernilai tambah diperluas di berbagai koridor ekonomi wilayah. Dalam konteks Kalimantan misalnya, kebijakan MP3EI mendorong Koridor Ekonomi Kalimantan untuk dikembangkan aglomerasi industri yang didukung oleh pengadaan infrastruktur.

Pola pengembangan industri hilir kegiatan ekonomi pertambangan, pertanian, dan perkebunan terintegrasi dengan pengembangan kluster industri hilir lainnya di sepanjang sungai. Hal ini membutuhkan iklim usaha yang kondusif untuk menjamin kepastian dan keberlangsungan usaha. Regulasi yang terkait dengan pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan lingkungan, serta tata ruang mutlak menjadi perhatian kita bersama.

Cita-cita yang mulia ini perlu diwujudkan oleh kita semua. Kebersamaan antar semua anak bangsa menjadi faktor penting dalam perluasan dan percepatan ekonomi nasional ini. Marilah kita bergandengan tangan untuk amanat mulia ini. Harapannya, janji keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan melalui kebijakan MP3EI ini. Semoga.



*Penulis adalah Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah

Oleh Velix Wanggai*
Editor: Ella Syafputri
COPYRIGHT © ANTARA 2011