Jakarta (ANTARA) - Pelaksana Tugas Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elvieda Sariwati menyebutkan aspek budaya dan pembiayaan menjadi tantangan dalam menangani penyakit kanker di Indonesia.

“Masih ada tantangan yang harus kita hadapi yaitu tentang kepedulian masyarakat bahwa kurangnya pengetahuan, perasaan takut bahkan malu untuk melakukan pemeriksaan. Inilah yang harus kita hadapi bersama,” katanya dalam media "briefing" Hari Kanker Sedunia 2022 bertajuk "Close the Care Gap" yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.

Meskipun pemerintah telah menjalankan berbagai strategi menanggulangi permasalahan pada pasien kanker, katanya, kurangnya pengetahuan dan perasaan takut pada diri seseorang akan hasil dan prosedur pemeriksaan menyebabkan masyarakat enggan melakukan pemeriksaan lebih dini.

Kurangnya pengetahuan dan ketakutan itu disebabkan budaya ketimuran dalam masyarakat yang menganggap bahwa penyakit kanker, khususnya kanker payudara dan leher rahim (serviks), menjadi hal yang tabu akibat harus memperlihatkan organ intim pada tenaga kesehatan.

“Memang untuk kanker pada perempuan ini yang diperiksa adalah organ-organ yang merupakan tidak boleh dilihat orang lain dan itu bertentangan dengan sisi budaya timur kita,” katanya.

Baca juga: Kemenkes lakukan transformasi layanan deteksi dini penderita kanker

Ketakutan itu juga diperparah dengan keluarga yang tidak mendukung pasien melakukan pemeriksaan, apabila organ intim tersebut tidak dalam kondisi yang benar-benar sakit.

Dalam aspek pembiayaan, dia mengatakan tidak semua daerah siap untuk menganggarkan dana untuk layanan deteksi dini dalam SPM di wilayahnya. Bahkan, pada layanan yang diberikan JKN, saat ini sudah tidak bisa lagi membiayai deteksi dini para pasien di puskesmas.

Di sisi lain, tidak semua puskesmas memiliki sumber daya manusia yang terlatih, baik para dokter maupun bidan, sehingga menimbulkan keterbatasan dalam jumlah krioterapi untuk tindak lanjut dari hasil IVA penderita kanker yang dinyatakan positif.

Kurangnya sumber daya yang terlatih juga menyebabkan jumlah dokter dan bidan yang tersedia mengalami kekurangan dibandingkan dengan banyak sasaran, termasuk pada terciptanya sebuah sistem informasi yang terintegrasi dengan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) untuk mengurangi loss to follow up.

Oleh sebab itu, pihaknya melakukan berbagai upaya penguatan dalam layanan penderita kanker, seperti peningkatan pengetahuan dan kepedulian masyarakat melalui penyebaran informasi yang melibatkan semua pihak dan pemenuhan akses kesehatan melalui pelatihan dan pemerataan tenaga kerja terlatih.

Ia juga menjelaskan bahwa Kemenkes sedang berupaya membangun sistem informasi yang terintegrasi antar-FKTP.

"Kita juga melakukan advokasi pada pimpinan daerah ataupun mekanisme pembiayaan dan bagaimana integrasi program atau antarprogram yang ada ini bisa saling bersinergi," ujar dia.

Baca juga: Kemenkes: Layanan deteksi dini penderita kanker perlu ditingkatkan
Baca juga: HOGI: Kanker ovarium pada perempuan masih sulit dideteksi


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: M. Hari Atmoko
COPYRIGHT © ANTARA 2022