Medan (ANTARA News) - Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara Syahrul Isman Manik mengatakan bahwa program penataan ruang di Indonesia cukup dilematis karena banyaknya benturan kepentingan.

"Akibatnya, banyak peraturan tentang tata ruang yang sulit diberlakukan karena adanya kepentingan tertentu," katanya di Medan, Kamis.

Secara umum, kata Syahrul menjelaskan, tata ruang yang dibuat kabupaten dan kota harus mengacu dengan konsep dan ketentuan yang ditetapkan provinsi.

Demikian juga dengan konsep tata ruang provinsi harus mengikuti arahan dan pedoman penataan ruang nasional yang disiapkan pemerintah pusat.

Namun ironisnya, konsep tata ruang nasional tidak kunjung selesai karena rumitnya dalam mengambil keputusan disebabkan banyaknya pihak yang memiliki kepentingan.

Kondisi itu menyebabkan adanya indikasi tarik menarik yang dapat berujung pada kolusi dalam penyusunan konsep tata ruang tersebut.

"Akhirnya, masyarakat bertanya, yang disusun itu tata ruang atau tata uang," katanya.

Menurut dia, pembuatan konsep tata ruang di daerah juga cukup dilematis karena adanya beberapa ketentuan yang dibuat pemerintah pusat sulit untuk dilakukan.

Ia mencontohkan SK Menhut Nomor 44 yang menetapkan sejumlah lokasi di Kabupaten Padang Lawas di Sumut sebagai kawasan hutan lindung.

Ironisnya, SK tersebut sulit direalisasikan karena di lokasi itu telah berdiri berbagai bangunan, baik perumahan warga mau pun kantor milik pemerintah seperti kantor camat dan polisi.

Tentu saja, Pemkab Padang Lawas sulit membuat konsep tata ruang karena berbagai ketentuan yang SK tersebut.

"Memang SK-nya telah direvisi tetapi hingga saat ini belum selesai," katanya.

Ia mengatakan, tidak tuntasnya pembuatan konsep tata ruang itu sangat merugikan pemkab/pemkot, termasuk termasuk pemprov.

Syahrul mencontohkan kebijakan dalam pemanfaatan lahan untuk sektor perkebunan yang memberikan hasil yang sangat besar bagi pemasukan yang diterima pemerintah pusat.

Jika muncul musibah seperti banjir atau longsor karena pemanfaatan lahan menjadi perkebunan itu, maka penanggulangannya menjadi kewajiban pemkab/pemkot/pemprov setempat dengan menggunakan APBD masing-masing.

"Kecuali bencananya besar, baru menjadi tanggung jawab pusat dengan menggunakan APBN," katanya.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011