Jakarta (ANTARA News) - Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) telah melaporkan masalah rekening tak wajar milik 15 pejabat di lingkungan Polri kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Tiga hari lalu, saya sudah melaporkan 15 rekening pejabat Polri kepada PPATK, dan PPATK sendiri sebenarnya sudah menyampaikan kepada media massa, tetapi media tidak mau memuatnya," kata Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Makbul Padmanegara di Jakarta, Jumat. Lebih lanjut Makbul memerinci dari 15 rekening tak wajar tersebut, empat kasus diantarnya sudah ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. Empat kasus tersebut antara lain adalah kasus rekening seorang jenderal berinisial Z yang sampai saat ini kasusnya sudah masuk dalam tahap pemberkasan perkara, kasus rekening atas nama Kompol MR hampir dalam proses persidangan, kasus rekening atas nama Kompol MR dan AKP Z masih dalam proses penyidikan. "Penyidikan yang sudah kami lakukan merupakan pendalaman dari penyelidikan sebelumnya. Selama penyelidikan belum ada upaya paksa memanggil dan menyita barang-barang bukti, tetapi kalau sudah tahap penyidikan kami bisa melakukan upaya hukum lainnya seperti yang sudah kami lakukan pada jenderal Z dan Kompol MR," ujar Makbul. Dengan demikian maka tinggal 11 kasus, dan dari 11 kasus tersebut satu kasus diantaranya yang bersangkutan telah meninggal dunia dan satu lagi identitas tidak jelas sehingga tinggal 9 kasus saja yang ditangani Mabes Polri. "Sembilan kasus ini bisa dipertanggung jawabkan baik secara administrasi keuangan dan tinjauan yuridisi," paparnya. Lebih jauh Makbul menambahkan dari sembilan kasus tersebut, antara lain dua orang perwira tinggi sudah pensiun, seorang perwira tinggi aktif, tiga perwira menengah dan dua perwira pertama dan satu bintara. Ia menjelaskan bahwa nilai rekening yang mencurigakan terbesar hanya Rp4,5 miliar, bukan Rp1,1 triliun atau Rp800 miliar seperti ramai diberitakan selama ini. Saat ditanya mengapa rekening tersebut bisa dipertanggung jawabkan, Makbul mencontohkan salah satu dari sembilan kasus tersebut terjadi pada kepala keuangan atau bendahara satuan yang telah menerima dana dari pemerintah. Menurut Makbul dana tersebut salah satunya adalah untuk pengamaman Pemilu dan Pilpres 2004 lalu, kemudian salah satu poinnya disebutkan untuk mendukung pengamanan dari pihak TNI senilai Rp700 juta. Namun karena pada waktu itu dari pihak TNI yang seharusnya menerima dana tersebut belum siap pertanggunggajawaban keuangannya, maka dana Rp700 juta itu tidak diserahkan dulu melainkan disimpan dalam rekening bank milik seseorang pejabat Polri.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006