Washington (ANTARA News/Reuters) - Penembakan mati panglima militer pemberontak Libya merupakan tantangan bagi pihak oposisi yang kini harus memusatkan perhatian pada peningkatan persatuan di dalam jajarannya, kata Kementerian Luar Negeri AS, Jumat.

Juru bicara kementerian itu Mark Toner mengatakan, AS sedang mengkaji pembunuhan Abdel Fattah Younes di Benghazi pada Kamis, dan belum bisa memberikan penilaian mengenai siapa yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.

Namun, Toner mengatakan, pembunuhan itu -- pukulan bagi pasukan dukungan Barat yang berperang untuk menggulingkan pemerintah Muammar Gaddafi -- menggarisbawahi tantangan yang dihadapi kelompok pemberontak Dewan Transisi Nasional (NTC) ketika mereka berusaha memelopori transisi demokratis di Libya.

"Yang penting adalah mereka bekerja dengan giat dan transparan untuk menjamin persatuan oposisi Libya," kata Toner pada jumpa pers.

Pembunuhan Younes itu terjadi ketika pemberontak Libya mengklaim mencapai sejumlah kemajuan dalam pertempuran melawan pasukan pro-Gaddafi.

Serangan mematikan itu juga berlangsung ketika sejumlah negara mendorong perlawanan Libya dengan mengakui mereka sebagai perwakilan sah negara itu.

Pengakuan resmi Inggris disampaikan Rabu oleh Menteri Luar Negeri William Hague, yang meminta NTC mengambil alih kedutaan Libya dan menunjuk seorang utusan resmi.

Inggris telah mengusir seluruh staf Gaddafi dari kedutaan mereka di London dan mengikuti Prancis mengakui NTC sebagai satu-satunya otoritas kekuasaan di Libya.

NTC menempatkan duta besar mereka di Paris dan London, Kamis, untuk meresmikan hubungan dengan sekutu utama mereka itu dalam perang menggulingkan pemerintah Muammar Gaddafi dari kekuasaan di Tripoli.

Sejumlah negara yang telah mengakui NTC sebagai perwakilan sah rakyat Libya adalah Turki, Uni Emirat Arab (UAE), Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Gambia, Italia, Yordania, Malta, Qatar, Senegal, Spanyol dan AS.

Dewan itu, yang mengatur permasalahan kawasan timur yang dikuasai pemberontak, melobi keras untuk pengakuan diplomatik dan perolehan dana untuk mempertahankan perjuangan berbulan-bulan dengan tujuan mendongkel pemimpin Libya Muammar Gaddafi.

Negara-negara besar yang dipelopori AS, Prancis dan Inggris membantu mengucilkan Gaddafi dan memutuskan pendanaan dan pemasokan senjata bagi pemerintahnya, sambil mendukung dewan pemberontak dengan tawaran-tawaran bantuan.

Libya kini digempur pasukan internasional sesuai dengan mandat PBB yang disahkan pada 17 Maret.

Sebanyak 21 kapal NATO berpatroli aktif di Laut Tengah sebagai bagian dari penegakan embargo senjata terhadap Libya.

Aliansi 28 negara itu sejak 31 Maret juga memimpin serangan-serangan udara terhadap pasukan darat rejim Gaddafi.

Resolusi 1973 DK PBB disahkan ketika kekerasan dikabarkan terus berlangsung di Libya dengan laporan-laporan mengenai serangan udara oleh pasukan Gaddafi, yang membuat marah Barat.

Selama beberapa waktu hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Gaddafi setelah pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Namun, pasukan Gaddafi kemudian dikabarkan telah berhasil menguasai lagi daerah-daerah tersebut.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Gaddafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. Gaddafi bersikeras akan tetap berkuasa meski ia ditentang banyak pihak.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.(*)

(Uu.M014)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011