Khartoum (ANTARA News) - Sebuah ranjau darat, Selasa, menewasan empat penjaga perdamaian PBB asal Ethiopia dan melukai berat tujuh yang lain saat mereka berpatroli di wilayah Abyei di Sudan yang disengketakan, kata PBB, baru beberapa hari setelah mereka dikerahkan.

Sebagian besar dari 4.200 tentara Ethiopia di Abyei telah berada di wilayah di perbatasan antara Sudan utara dan selatan itu selama kurang dari sepekan, lapor AFP.

Pemerintah Khartoum, yang pasukannya menduduki desa tempat ledakan itu terjadi, adalah penandatangan perjanjian Ottawa yang melarang penggunaan ranjau anti-personel.

Seorang juru bicara penjaga perdamaian PBB mengatakan ketujuh tentara yang terluka telah diterbangkan ke Kadugli, kota penting di Kordofan Selatan, negara bagian Sudan tempat ada fasilitas medis PBB.

Tiga dari mereka dalam keadaan kritis, menurut sumber PBB di Sudan.

Ranjau darat itu meledak di desa Mabok, sekitar 30 kilometer di tenggara kota penting di wilayah itu, Abyei. Desa itu diduduki oleh pasukan Sudan utara.

Dewan Keamanan PBB telah menyetujui pengiriman pasukan penjaga perdamaian Ethiopia ke Abyei pada 27 Juni dalam upaya untuk meredakan ketegangan sebelum pemisahan Sudan Selatan dari utara.

Penjaga perdamaian Ethiopia mengawasi penarikan tentara Sudan utara yang menyerbu Abyei dan sekitarnya pada 21 Mei. Lebih dari 100.000 etnik Sudan Selatan telah melarikan diri ke selatan setelah serangan itu.

Sekjen PBB Ban Ki-moon mengatakan ia "sedih" akibat kematian-kematian itu.

"Sekjen menyampaikan duka citanya yang terdalam pada keluarga, teman dan kolega orang-orang yang tewas itu, dan juga pada pemerintah Ethiopia," kata juru bicara PBB Martin Nesirky.

"Ia juga menyampaikan kekhawatirannya atas kesehatan tujuh penjaga perdamaan lain yang terluka akibat ledakan itu."

Pendudukan utara atas Abyei pada Mei lalu telah merusak kesempatan utara dan selatan mencapai perjanjian politik mengenai status masa depan wilayah perbatasan yang diperebutkan dengan sengit itu sebelum pemisahan selatan bulan lalu.

Itu tetap masalah sangat sensitif yang ada, yang Juba dan Khartoum belum pecahkan, bersama dengan manajeman aset minyak negara itu yang terbagi. (S008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011