Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, mengatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk melakukan ekspor beras jenis premium asal Sulawesi Selatan (Sulsesl) sebanyak 50.000 ton ke Korea Selatan (Korsel).

"Kita masih menjajaki karena permintaan itu dari Korea Selatan. Sekitar 50.000an ton, sedang kita evaluasi final, ada pasar lah di situ. Ini permintaan Gubernur Sulawesi ke Menteri Pertanian, nanti kita bahas," ujarnya seusai rapat koordinasi di Jakarta, Rabu.

Hatta mengatakan, pemerintah Provinsi Sulses memiliki stok beras premium hingga 200.000 ton yang tidak bisa terserap pasar dan beras tersebut merupakan jenis organik yang berkualitas baik.

"Mereka punya 200.000an ton, tapi kita tidak ingin melepas sebanyak itu. Kita ingin menunjukkan ada beras tertentu yang produksi di tanah air memiliki kualitas sehingga kita ingin menunjukkan bahwa Indonesia berpotensi ke depan sebagai suplai tidak hanya negeri kita," ujarnya.

Untuk pengadaan beras dalam negeri, Hatta memastikan, Bulog akan meningkatkan ketersediaan stok beras hingga 1,5 juta hingga 2 juta ton sebagai cadangan untuk antisipasi terhadap iklim yang diperkirakan makin bergejolak pada tahun depan.

"Kita sebagian kita isi dengan impor, bukan berarti kita tidak ada beras tapi meningkatkan cadangan. Dunia sekarang juga masing-masing negara meningkatkan cadangannya, berjaga-jaga. Antisipasi perubahan iklim tahun depan ingat, sudah diingatkan BMKG, tahun depan terjadi el nino," ujar Hatta.

Menteri Pertanian, Suswono, dalam kesempatam yang sama mengatakan bahwa saat ini Indonesia lebih dominan menggunakan beras medium dan pertimbangan ekspor dilakukan karena harga pasaran beras premium di Korsel bisa mencapai Rp40.000 hingga Rp50.000 per kilogram.

"Ini kan beras premium, kalau premium kan beras mahal. Anda tahu di Korsel itu sekilo bisa sampai Rp40.000 hingga Rp50.000. Harga beras kita termasuk murah, apalagi premium. Harga premium kita seharga R10.000 saja sudah bagus kan," ujarnya.

Suswono mengatakan, belum ada keputusan apa pun terkait ekspor beras premium tersebut, namun hal itu bisa menguntungkan bagi petani lahan sempit yang mengembangkan bibit padi transorganik karena beras premium lebih banyak mengandung protein ketimbang karbohidrat.

"Ini kan pasar bebas, terserah mereka mau makan beras apa. Kalau bisa untuk ekspor, kan bisa menguntungkan. Sementara kita baru berikan itu, tapi nanti kita evaluasi benar tidak realisasi itu dan bagaimana permintaan yang ada, nanti kita lihat perkembangannya," ujarnya menambahkan.
(T.S034/A011)

Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2011