Jakarta (ANTARA News) - Peluang PT Industri Kereta Api (INKA) Madiun untuk merebut pasar domestik diperkirakan negatif hingga 2010 karena pemerintah lebih memilih impor sarana perkeretaapian ketimbang memesan kepada BUMN Perkeretaapian itu. "Khusus untuk produk KRL (Kereta Rel Listrik), pasar domestik hingga 2010 negatif untuk PT INKA karena saat itu, jumlah KRL surplus sekitar 88 unit (gerbong)," kata Direktur Eksekutif Indonesian Railway Watch, Taufik Hidayat saat dihubungi di Jakarta, Rabu pagi. Dokumen program kegiatan Direktorat Perkeretaapian Dephub 2006 menyebutkan, pemerintah akan mengimpor 40 set atau 160 gerbong KRL bekas dari Jepang senilai Rp76 milliar. Jumlah itu belum termasuk biaya pendampingan teknik Rp800 juta. Biayanya bersumber dari APBN. Perkiraan surplus tersebut berasal dari dokumen yang dimiliki IRW yang menyebutkan bahwa kebutuhan KRL Ekonomi yang berstatus siap operasi hingga 2010 sejumlah 164 unit (gerbong) per hari. Untuk kebutuhan KRL ekspres dengan kondisi yang sama sebesar 140 unit per hari sehingga total kebutuhan mencapai 304 unit KRL. Jika 2006, jumlah armada siap operasi KRL Ekonomi sudah tersedia sejumlah 124 unit dan tidak lagi ada penambahan, maka 2010 diprediksi armadanya berkurang menjadi 92 unit akibat di-scrap (tidak dioperasikan) karena armada sudah tua. Karenanya, untuk memenuhi kebutuhan hingga 2010 yang mencapai 164 unit, maka dibutuhkan penambahan KRL Ekonomi siap operasi sejumlah 72 unit. Sementara untuk KRL Ekspres, jumlah armada siap operasi tahun ini sudah 100 unit sehingga bila tak ada penambahan maka pada 2010 itu, armadanya tetap karena masih prima dibanding kondisi KRL Ekonomi. "Artinya, untuk memenuhi kebutuhan hingga 2010 sebesar 140 unit, hanya diperlukan penambahan 40 unit saja," ucap Taufik. Dengan demikian hingga 2010 total kebutuhan KRL siap operasi baik untuk ekonomi maupun ekspres sebanyak 112 unit. "Jika dikaitkan dengan impor 40 unit KRL Jerman pada 2007-2009 maka kekurangannya hingga 2010 hanya 72 unit. Namun, karena pada 2006 ada 160 unit KRL impor Jepang maka terjadi kelebihan KRL operasi sebesar 88 unit," tukasnya. Pada bagian lain, Taufik menegaskan, hal itu berarti peluang PT INKA untuk memasarkan produknya di dalam negeri sendiri sudah tidak ada sama sekali hingga 2010. "Tentu ini sangat disayangkan karena pengembangan KRL INKA yang sudah memakan biaya besar, waktu yang lama, dan sebagainya menjadi tidak ada manfaatnya alias mubazir," kata Taufik. Ia memperkirakan kondisi ini akan mempengaruhi pengembangan teknologi KRL masa depan, sebab pada masa depan KA yang berbasis listrik akan menjadi pilihan utama bagi angkutan perkotaan. Oleh karena itu, dia mengusulkan sebaiknya permasalahan kekurangan armada KRL ini diserahkan saja kepada INKA karena memang mereka yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam bidang pengembangan teknologi sarana perkeretaapian.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006