Denpasar (ANTARA News) - Banyak pemerintahan daerah di Indonesia, belakangan ini tidak sanggup mengurangi jumlah pegawai negerinya, kata guru besar bidang bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Prof Rhenald Kasali PhD, di Denpasar, Minggu.

Ia mengatakan, kondisi ini terjadi karena belum ada pemisahan sektor mana yang harus dikelola menggunakan pendekatan birokrasi dan mana yang menggunakan pendekatan kewirausahaan.

Dicontohkan dia, seringkali dalam operasional perusahaan daerah, malah digabungkan dan dikelola dengan cara birokrasi. "Gaji yang diberikan kepada pegawainya besarnya sama dengan gaji pegawai birokrasi lainnya," ujarnya.

Metodenya pun, kata Rhenald, sama dengan metode pegawai negeri sehingga menghasilkan tindakan-tindakan birokrasi yang cenderung tidak efektif.

Rhenald menyarankan, seperti perusahaan daerah sebaiknya dapat dikerjasamakan dengan pihak luar. "Tidak boleh itu hanya dikerjakan pegawai negeri sendiri," ucapnya.

Ia mengungkapkan, pegawai negeri dapat difungsikan sebagai pemilik dan pengawas perusahaan daerah. Sedangkan sebagai pelaksana haruslah orang profesional.

"Pelaksana yang profesional akan menjaga biaya dan penghasilan yang didapat perusahaan, sehingga kebocoran akan dicegah dan pendapatan akan dicari dengan pemasaran yang efektif," ucapnya.

Orang-orang yang profesional, tambahnya, mereka mempunyai jiwa kewirausahaan seperti itu. Namun, jika keseluruhan perusahaan daerah dikelola oleh PNS, jam empat sore mereka sudah ingin pulang karena teman-teman yang bertugas di birokrasi lainnya pulang jam segitu.

"Lain halnya jika dikelola oleh perusahaan yang orang-orangnya berorientasi bisnis. Mereka tidak akan pulang sebelum dapat uang," ucapnya.

Menurut Rhenald, harus ada cara kerja baru yang ditempuh pemerintah untuk menghasilkan pendapatan daerah sekaligus mengefektifkan PNS.

Di sisi lain, Rhenald mengatakan sistem yang ada di pemerintahan saat ini masih tambal sulam. Jika pemerintah serius ingin melakukan pembenahan, diperlukan pembangunan sistem yang baru ditambah training besar-besaran pada para pegawai.

"Kedua-duanya harus dilakukan. Seandainya hanya ada orang yang berintegritas sedangkan sistemnya masih buruk, orang yang baik ini lambat laun bisa berubah menjadi kotor," ujarnya.

Harus diakui, katanya, di era transisi ini banyak peraturan baru yang keluar namun orang-orangnya belum siap menjalankan.(*)

(T.I006/Y008)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011