Tobelo, Maluku Utara (ANTARA News) - Menyelami dan menyadari perjalanan sejarah satu komunitas masyarakat tidak terlalu sulit. Pahami saja musik masyarakat setempat, maka pencerahan itu niscaya diperoleh secara gamblang.
   
Ahli etnomusikologi kondang, Rizaldi Siagian, menunjukkan hal itu saat menyaksikan langsung ansambel musik etnik komunitas adat Tobelo memainkan sejumlah komposisi musik mereka, di Kota Tobelo, Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara, Selasa.
   
Satu instrumen musik buatan tangan, sangat mirip dan berfungsi seperti biola berdawai tiga, digesek dan mengeluarkan serangkaian tangga nada. Ditimpali dua tifa (sejenis gendang dari kulit lembu terbuat dari kayu kelapa) menyusul dengan birama nada cepat.
   
Dilanjutkan dengan kehadiran dua kelompok penari, barisan lelaki dan perempuan yang lalu tiba di tengah arena dan berhadapan. Lenggak-lenggok dan hentakan kaki serta ayunan tangan semua penari tarian tradisional Tobelo itu membentuk pola serupa.
   
"Itulah tarian Yora, tarian yang diilhami gerakan burung bidadari saat menyambut pagi di ketinggian pohon hutan-hutan kami ini," kata salah satu tetua adat Tobelo, Yesaya. Pertunjukan tarian dan ansambel musik itu dilakukan di salah satu paviliun rumahnya, di pinggir pantai Kota Tobelo yang menghadap Pulau Kakara di sebelah timur.

Tarian Yora sendiri, merupakan satu tarian yang sangat dikenal semua orang di Kabupaten Halmahera Utara itu. "Ada nilai filosifis dan konsepsi budaya di balik ritme dan gerak tarian itu. Arah timur, di mana matahari terbit, menjadi sangat penting maknanya bagi komunitas setempat sekalipun zaman sudah sangat maju saat ini.
   
Demikianlah menurut Siagian; dari pemakaian alat-alat musik tradisional --lengkap dengan gong besarnya-- jelas terlihat bahwa kehadiran kolonialis Portugis pada abad ke-16 masih menyisakan "wajahnya".
   
Kolonialis Portugis diketahui menjejakkan kakinya di Pulau Tidore --bersebelahan dengan Pulau Ternate dan Pulau Halmahera-- setelah melakukan hal  sama di Semenanjung Malaka pada pertengahan abad ke-16. Di kedua tempat yang sempat menjadi wilayah kedaulatan Kerajaan Majapahit, Portugis memberi pengaruh yang cukup besar.
   
Salah satu pengaruh itu adalah beberapa penggal kata yang kemudian diserap dalam bahasa setempat. Kata capato yang berasal dari kata bahasa Portugis zapatto berarti sepatu dalam bahasa Indonesia. Bagi komunitas masyarakat Tobelo dan sekitarnya, mereka menyebut sepatu dengan kata capato itu. Belum lagi kata "bendera" yang terang-terangan berarti bendera dalam bahasa Indonesia.
   
"Semangat kolonialisme itu jelas hilang kini. Tapi rupanya penyerapan dan pelestarian produk budayanya masih ada. Ini kekayaan buat Indonesia karena budaya Indonesia itu disusun dari budaya-budaya komunitas adat di seluruh Nusantara," katanya.
(A037)

Pewarta:
Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2011