Padang (ANTARA News) - Mantan Direktur Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Budi Setia, Kelurahan Air Tawar Barat, Kota Padang, Zuliadi, mengaku telah menggunakan dana kredit fiktif sebanyak Rp704 juta untuk kepentingan pribadi.

"Iya Pak hakim. Saya gunakan untuk usaha," katanya di depan majelis hakim yang diketuai Asmuddin di Pengadilan Negeri Padang, Kamis.

Hal itu diakuinya setelah majelis hakim mendesak terdakwa karena sebelumnya ia memberikan keterangan bertele-tele. Keterangan yang disampaikan pada persidangan berbeda dengan keterangan yang ada dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) penyidik.

Keterangan yang bertele itu sempat membuat Asmuddin berang.

"Jujur tidak dengan perkataan saudara,? kata Asmuddin tegas. Lalu dijawab jujur oleh terdakwa. Ia tidak bisa lagi berkilah setelah dihadapkan dengan BAP yang pernah ditandatanganinya di depan penyidik saat pemeriksaan.

Zuliadi merupakan terdakwa kasus dugaan kredit fiktif. Terdakwa menjelaskan bahwa kredit fiktif itu sengaja dibuatnya sendiri. Total nasabah kredit itu sebanyak 18 orang. Sebagian ada yang tahu tentang kredit tersebut, sebagian lagi tidak. Total kredit yang terkumpul sebanyak Rp704 juta.

Menurut dia, pembuatan kredit tersebut, didasarkan adanya tuntutan dari komisaris karena bank dalam keadaan rugi. Untuk menutupi kerugian itu dan menyelamatkan perusahaan, pihak komisaris membebankan masalah itu agar dapat diselesaikan oleh pihak operasional yakni dia yang waktu itu menjabat Direktur BPR Budi Setia.

Akibat tuntutan itu, terdakwa mencari cara dengan melakukan kredit fiktif. Uang itu rencananya dipergunakan untuk membiayai tunggakan kredit nasabah lain yang melarikan diri.

Keterangan itu kembali menyulut emosi hakim Asmuddin. Dengan nada tinggi Asmuddin menanyakan apakah tindakan tersebut menyalahi aturan atau tidak.

"Jangan bohong lagi, tindakan saudara ini menyalahi aturan dan merugikan bank, serta merugikan orang lain bukan?," tanya Asmuddin.

"Iya Pak. Tapi tidak menguntungkan saya Pak. Tapi demi menyelamatkan bank akibat adanya debitur kredit yang lari," kata terdakwa sembari menunduk di depan kursi pesakitan.

Kendati demikian, Asmuddin tak percaya dengan penjelasan terdakwa. Dia kembali meminta terdakwa untuk berkata jujur.

Bahkan hakim anggota Fitrizal Yanto kembali menegaskan, bahwa di BAP terdakwa mengaku telah menggunakan uang kredit itu untuk kepentingan pribadi.

"Di BAP, uang itu saudara gunakan untuk kepentingan pribadi. Benar itu?," tanya Fitrizal Yanto.

"Benar Pak," kata terdakwa akhirnya mengaku.

Pada kesempatan itu, seorang saksi ahli dari Bank Indonesia, Hendi Hendarto, memberikan keterangan yang menguatkan bahwa tindakan yang dilakukan terdakwa sudah menyalahi prosedur yang telah diamanatkan dalam UU Perbankan. Di mana dalam menjalankan operasionalnya, bank harus memperhatikan prinsip kehati-hatian.

"Dalam prosesnya, sebelum kredit diberikan, harus ada permohonan tertulis terlebih dahulu dari debitur. Kemudian setelah itu harus ada klarifikasi dari pihak bank terhadap data dari debitur tersebut," jelasnya.

Menurut dia, keterangan yang diberikannya di dalam persidangan itu, sesuai dengan permintaan dari penyidik, terkait adanya laporan kredit fiktif di BPR Budi Setia. Menyikapi itu, kredit fiktif yang dilakukan terdakwa telah melanggar prinsip kehati-hatian sehingga mengakibatkan bank serta masyarakat dirugikan.

"Ada ancamannya dalam Pasal 46-50a UU Perbankan terkait tindak pidana dalam perbankan," katanya.

Sidang ditunda seminggu untuk mendengarkan tuntutan dari jaksa.  (ANT205/KWR/K004)

Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2011