Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari mengimbau masyarakat Indonesia tidak bersikap permisif atau mewajarkan segala bentuk penyiksaan dalam rangka kembali membumikan hak asasi manusia di Tanah Air, termasuk menghormati nilai kesetaraan dan kebebasan.

"Tantangan bagi kita (untuk menyelesaikan persoalan penyiksaan) adalah bagaimana kita mengajak masyarakat untuk tidak permisif terhadap praktik-praktik penyiksaan ataupun tindakan kejam dan merendahkan martabat," ujar Taufik Basari saat menjadi narasumber dalam kajian publik bertajuk "Kerangkeng Manusia: Praktik Perbudakan Modern?" yang disiarkan langsung di kanal YouTube ILUNI FHUI, dipantau dari Jakarta, Sabtu.

Menurutnya, tindakan permisif terhadap penyiksaan bertentangan dengan keinginan Indonesia untuk menjadi negara maju dan beradab.

Sejauh ini, Taufik Basari memandang sebagian masyarakat Indonesia masih belum memiliki kesadaran terkait dengan pentingnya memandang manusia lain secara setara dan memiliki hak kebebasan yang serupa.

Contohnya, isu keberadaan kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin angin yang justru didukung oleh warga setempat.

Baca juga: Mahfud MD: Kasus penyiksaan tahanan harus jadi perhatian

Baca juga: Kemajuan Indonesia melawan tindak penyiksaan dipuji Dubes EU


"Ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap bagaimana memandang manusia lain, kesetaraan, dan kebebasan masih harus kita berikan pemahaman. Bagaimana pun, semua orang harus ditempatkan bebas dan setara," ujarnya.

Selain cenderung bersikap permisif, Taufik Basari pun memandang bahwa masih ada sebagian masyarakat Indonesia yang bersikap punitif, yakni menempatkan penyelesaian suatu masalah dan pemberian efek jera dengan menghukum seseorang. Dengan demikian, mereka pun dapat merasa senang jika seseorang dihukum.

Oleh karena itu, Taufik Basari berharap masyarakat dapat memiliki kesadaran untuk membenahi kekeliruan pemahaman tersebut.

Selanjutnya, Ia pun menyampaikan Indonesia masih berpeluang dari sisi regulasi untuk mewujudkan kehidupan yang bebas dari segala bentuk penyiksaan, perbudakan, ataupun hal-hal yang berkenaan dengan merendahkan martabat orang lain.

Di antaranya, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat keadilan restoratif sehingga mengedepankan pemulihan terhadap korban, pelaku, maupun masyarakat dalam suatu tindak pidana. Lalu, kata dia, ada pula pembahasan mengenai RUU Pemasyarakatan.

"RUU Pemasyarakatan akan menerapkan pemasyarakatan modern yang tidak menjadikan hukum sebagai alat balas dendam, tetapi menjadi pemulihan dan perbaikan kepada korban, pelaku, bahkan masyarakat," jelas Taufik Basari.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022