Semarang (ANTARA News) - Sutradara kawakan, Garin Nugroho mengatakan bahwa membuat sebuah karya film harus disesuaikan dengan momentum yang tepat, atau harus memiliki arti penting pada saatnya.

"Kalau saya selalu seperti itu, termasuk tentang film `Soegijapranata` yang akan saya buat," kata Garin, ditemui usai penggalangan dana untuk film "Soegijapranata", di Semarang, Sabtu (13/8) malam.

Menurut dia, bangsa Indonesia sekarang ini butuh film-film kepahlawanan dan kenegarawanan yang bisa diteladani di tengah krisis kepemimpinan yang terjadi, dan masyarakat kehilangan tokoh panutan.

Ia menyindir tingkah para pemimpin yang sekarang ini sibuk mengurusi kepentingannya sendiri, tanpa ada kegelisahan lagi atas nasib rakyat kecil, sebab mereka tidak memiliki mental menjadi pemimpin.

"Bagaimana ini diteladani, anak-anak muda sekarang juga memprihatinkan. Karena itu, perlu disuguhi keteladanan, salah satunya Romo Kanjeng ini (sapaan akrab Monsinyur Soegijapranata, red.)," katanya.

Soegijapranata yang pernah menjadi Uskup Agung Semarang merupakan uskup agung pertama dari kalangan pribumi yang memiliki andil dalam melawan penjajah, sehingga diberi gelar Pahlawan Nasional.

Romo Kanjeng, kata sutradara kelahiran Yogyakarta, 6 Juni 1961 itu, adalah sosok agamawan yang memiliki kemampuan memimpin umat, sekaligus memandu kebangsaan di tengah perjuangan melawan penjajah.

"Dua hal atau kemampuan yang jarang dimiliki sekaligus oleh siapapun. Ini keistimewaan Romo Kanjeng, butuh pandangan lintas kultural," kata Garin yang menghabiskan masa SMP dan SMA di Semarang.

Dalam film itu, ia akan mengangkat kisah kemanusiaan Romo Kanjeng di tengah berbagai konflik yang terjadi, di tengah perannya sebagai pemimpin umat, namun tak melupakan kebangsaan dan keindonesiaannya.

Ditanya apakah pembuatan film "Soegijapranata" ini karena mulai bermunculannya beberapa film epik sejarah tokoh, ia mengaku tidak semata-mata karena itu, namun lebih karena kegundahan pemikirannya.

"Saya tidak ada urusan dengan pasar, urusan saya ya dialog. Bagaimana bisa terlahir dialog menyikapi suatu permasalahan. Itu yang melandasi saya ketika akan membuat film, dari `kemarahan` saya," katanya.

Ia mengakui, selama ini sudah banyak tokoh dari agama mayoritas yang diangkat kisahnya, karena itu perlu ada tokoh dari kalangan agama minoritas yang juga diangkat kisahnya agar tercipta suatu dialog.

"Untuk menciptakan dialog, perlu ada seperti itu. Kalau sudah terlalu banyak tokoh dari kalangan mayoritas tampil, sebaiknya tokoh dari kalangan minoritas ditampilkan agar tidak terjadi tirani," kata Garin.
(*)

Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2011