Jakarta (ANTARA) - Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan transformasi Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) mampu menjadi motor pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi.

Menurut Paul dalam keterangan di Jakarta, Senin, kinerja Himbara tergolong sangat positif. Terlebih, Himbara memiliki tugas sebagai agen pembangunan, sehingga dituntut oleh banyak pihak untuk menjadi pionir dalam menggairahkan sektor riil.

Bank-bank milik pemerintah itu aktif mencari ceruk pertumbuhan berkualitas di masa pandemi agar penyaluran dapat tumbuh lebih positif pada tahun kedua pandemi.

Hal itu pula, kata dia, yang akhirnya berdampak pada penyerapan tenaga kerja kembali guna meningkatkan kembali kapasitas produksi industri, sekaligus memulihkan daya beli masyarakat.

"Caranya bank pemerintah wajib mengucurkan kredit ke sektor yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Untuk itu, bank pemerintah suka tak suka harus menyalurkan kredit ke sektor manufaktur, pertanian, dan infrastruktur," ujar Paul.

BNI misalnya, bank yang diberi mandat sebagai bank Himbara yang go global. Paul berpendapat sejatinya spesialisasi bisnis BNI di segmen perdagangan internasional (trade finance) sudah berjalan lama.

Baca juga: BNI gandeng Dopang Co Ltd salurkan Diaspora Loan

Hal itu didukung dengan minimal enam kantor cabang luar negeri. Sebut saja, New York, Tokyo, London, Hong Kong, Singapura, dan Seoul.

"Apalagi jumlah kantor cabang luar negeri akan terus bertambah sebagai sayap bisnis internasional,” kata Paul.

Peran proaktif bank-bank pelat merah pun diharap dapat tetap berlanjut tahun ini guna memulihkan sekaligus membantu ekspansi para pelaku bisnis.

Adapun, Himbara berhasil mencatatkan kinerja cemerlang sepanjang 2021 lalu. Kelompok bank milik pemerintah yang terdiri dari BRI, Mandiri, BNI dan BTN secara total mampu meraup laba sebesar Rp72,05 triliun pada akhir Desember 2021, melesat 78,06 persen dari perolehan laba 2020 sebesar Rp40,34 triliun.

Apabila dirinci, secara total sepanjang 2021 BRI mampu mencetak laba sebesar Rp30,76 triliun, Mandiri Rp28,03 triliun, BNI Rp10,89 triliun, dan BTN mampu menyumbang laba senilai Rp2,37 triliun.

Di pihak lain Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan kinerja tantangan terbesar bagi Himbara ke depan adalah investasi yang tidak murah, khususnya bagi yang baru mempunyai anak usaha bank digital. Pasalnya, investasi diperlukan tidak hanya untuk pengembangan aplikasi, tapi juga pengalaman pengguna dan keamanan siber.

Baca juga: Kinerja bank Himbara positif, BRI optimistis ekonomi nasional pulih

"Bank BUMN yang punya anak usaha bank digital di tahun-tahun awal biaya operasionalnya meningkat signifikan, modal yang dibutuhkan untuk investasi dari bank konvensional," ujar Bhima.

Dia mencontohkan seperti BNI yang baru saja mengakuisisi Bank Mayora yang akan dijadikan bank digital. Pada awal pembentukannya perseroan harus menyiapkan investasi di bidang teknologi, SDM, serta sistem pelayanan. Investasi itu, lanjut Bhima, dipastikan sangat mahal dan akan menguras modal tahun awal.

Tantangan lainnya, tambah Bhima, adalah BNI belum memiliki ekosistem seperti halnya bank digital swasta yang memiliki ekosistem e-commerce atau ride hailing.

"Meski demikian, ke depan setelah model bisnis teruji dan dapat respons positif dari nasabah, akan meningkatkan profitabilitas BNI," kata Bhima.

Bhima menyampaikan keberhasilan BNI mengembangkan bank digital juga dipastikan akan berdampak pada prospek saham BBNI. Apalagi jika bank digital milik BNI bisa melakukan customer acquisition secara cepat.

"Prospek saham BNI cukup positif. Saham BBNI dalam enam bulan terakhir melesat 45,6 persen juga dipengaruhi oleh ekspektasi pengembangan anak usaha bank digital," ujar Bhima.

Baca juga: Erick sebut laba bank Himbara capai 78 persen buah dari transformasi

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2022