Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Prof. DR. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP mengatakan masyarakat perlu mendapat pengetahuan tentang literasi finansial terkait kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup pasien kanker.

Menurut data GLOBOCAN 2020, di Indonesia terdapat 396.914 kejadian baru kanker dengan angka kematian sebesar 234.511. Sebanyak 80 persen pasien kanker datang sudah pada stadium lanjut sehingga kesintasan menjadi lebih rendah.

Selain disebabkan oleh kesenjangan informasi dan kesadaran akan deteksi dini kanker, hal ini juga karena adanya rendahnya literasi finansial untuk kesehatan sehingga menjadi hambatan terhadap perawatan kanker untuk mendapatkan akses yang optimal.

"Masyarakat perlu mendapatkan pengetahuan tentang literasi finansial untuk kesehatan sebagai bekal penting jika terkena penyakit kritis seperti kanker sehingga akses terhadap perawatan menjadi lebih mudah," ujar Prof. Aru dalam webinar pada Selasa.

Baca juga: Kondisi yang mungkinkan pasien kanker dirawat di rumah

Baca juga: Limfoma Hodgkin banyak menimpa pria, perempuan harus tetap waspada
Prof. Aru menjelaskan bahwa saat ini terdapat batasan-batasan jaminan sosial untuk layanan perawatan kanker, di mana tidak semua perawatan ataupun obat-obatan dijamin. Masyarakat pun mulai menyadari kondisi tersebut sehingga minat terhadap asuransi kesehatan swasta bertambah.

Prof. Aru Sudoyo juga menyoroti bahwa perusahaan asuransi perlu membantu meningkatkan pemahaman umum tentang kanker dan kesadaran akan pilihan pengobatan, termasuk di daerah terpencil di mana sikap terhadap pengobatan tradisional masih banyak ditemukan.

Perusahaan asuransi juga berkontribusi positif terhadap tugas penting memberikan informasi kepada dokter tentang jenis-jenis perawatan baru yang tersedia.

"Mengatasi kanker dan membangun kesadaran masyarakat berjalan seiring dan di sinilah asuransi swasta masuk," kata Prof. Aru.

Sementara itu Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Konsultan Hematologi Onkologi Medik, dr. Ronald A. Hukom, SpPD-KHOM, MHSc, FINASIM mengatakan bahwa meski sudah ada layanan BPJS, namun masih ada data dari perusahaan asuransi kesehatan dan keprihatinan Menteri Kesehatan yang menyebutkan bahwa pasien dari Indonesia menghabiskan Rp161 triliun setiap tahun untuk berobat ke luar negeri.

"Bila 3-5 persen dari dana berobat ke luar negeri itu digunakan untuk membangun beberapa pusat pengobatan kanker di dalam negeri dengan standar internasional seperti di Amerika, Australia atau Singapura, maka kita bisa mencegah triliunan rupiah dibawa pergi keluar negeri,” ujar dr. Ronald.

Lebih lanjut dr. Ronald A. Hukom, SpPD-KHOM menjelaskan bahwa di Indonesia sudah lebih daripada mampu untuk membantu diagnosis maupun pengobatan pasien kanker.

Selama pandemi COVID-19, banyak pasien Indonesia yang biasanya berobat ke luar negeri mengharuskan untuk berobat di dalam negeri, yang menyadarkan bahwa beberapa rumah sakit di Indonesia juga sudah mampu untuk menangani pengobatan kanker dengan baik sehingga pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pengobatan seterusnya di Indonesia.

Baca juga: Deteksi dini kanker terganggu pandemi berpotensi krisis kesehatan di AS

Baca juga: Kemarin, prediksi Bill Gates soal pandemi hingga mobil tenaga hidrogen

Baca juga: Menangani kelelahan berat pasien kanker


 

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
COPYRIGHT © ANTARA 2022