Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers menganggap pemuatan karikatur Nabi Muhammad SAW dengan surban bom pada Surat kabar Denmark Jyllands-Posten yang diikuti media Norwegia dan Prancis merupakan kobodohan dan rendahnya profesionalitas media tersebut. "Kalau mereka merasa tak bersalah dan menganggap pemuatan gambar tersebut merupakan kebebasan pers, menurut saya itu salah, itu menunjukkan kebodohan dan ketidakprofesionalan," kata Ketua Dewan Pers Prof Dr Ichlasul Amal yang dihubungi di Jakarta, Kamis. Menurut dia, surat kabar Denmark tersebut memiliki profesionalitas yang rendah, karena telah melakukan penghinaan terhadap suatu yang dimuliakan suatu kelompok masyarakat dunia. "Kalau tidak usah ditulis bahwa itu nabi Muhammad kan tidak masalah, tidak ada yang protes," katanya. Dikatakan Ichlasul, di Indonesia yang demokratis juga tidak bisa pemerintah membreidel sebuah media massa, namun bukan berarti perbuatan media tersebut wajar saja dan tidak boleh ditegur. Di Indonesia juga pernah ada kasus media massa yang dianggap menyinggung umat Hindu, lalu pemerintah pun menegur media bersangkutan dan lantas media bersangkutan sudah meminta maaf, ujarnya. "Wajar saja meminta maaf. Barat kadang merasa supremasi dan merasa lebih tahu segala sesuatu, lalu menyebut bahwa soal itu adalah lumrah dalam demokrasi dan merupakan kebebasan pers, lalu bersikeras tidak merasa bersalah dan tidak mau meminta maaf," katanya. Padahal itu sudah merupakan penghinaan terhadap suatu kelompok minoritas dan karena itu profesionalitas mereka dipertanyakan, katanya. Ditanya soal pemuatan potongan karikatur tersebut oleh situs surat kabar Indonesia "Rakyat Merdeka", Ichlasul mengatakan, itu sama saja dengan penyebarluasan gambar tersebut. "Apakah maksudnya memberitahu masyarakat soal gambar kontroversial yang dimuat media di Eropa atau ada maksud lain, sama saja sudah melakukan penyebaran. Seorang Nabi dalam Islam kan sudah diketahui tidak boleh digambarkan," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006