Jakarta (ANTARA News) - Angka debt service ratio (jumlah pembayaran cicilan pokok dan bunga utang Pemerintah dan swasta yang jatuh tempo dibagi penerimaan ekspor) Indonesia sampai Juni ini sebesar 21,6 persen atau dibawah ambang nilai yang dianggap membahayakan sebesar 30 persen.

"Rasio itu menunjukkan jumlah utang luar negeri Pemerintah dan swasta masih aman," kata Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta, Kamis.

Menurutnya, debt service ratio sampai triwulan dua lebih besar dibanding posisi di triwulan pertama sebesar 18 persen, namun masih lebih kecil dibanding angka akhir 2009 sebesar 23,2 persen dan akhir 2010 sebesar 22,2 persen.

Rasio itu, menurut Difi akan semakin kecil jika ekspor Indonesia terus meningkat sementara jumlah utang luar negeri Pemerintah dan Swasta terus menurun.

Dalam neraca pembayaran Indonesia (NPI) sampai triwulan pertama nilai total ekspor yang masuk mencapai 51,46 miliar dolar AS yang mendorong surplus NPI sebesar 11,9 miliar dolar AS atau meningkat dibanding triwulan pertama sebesar 7,7 miliar dolar AS.

Jumlah utang luar negeri Indonesia sampai kwartal I 2001 mencapai 214,5 miliar dolar AS, meningkat 10 miliar dolar AS dibanding posisi akhir 2010.

Jumlah tersebut terdiri dari utang Pemerintah sebesar 128,6 miliar dolar AS dan utang swasta 85,9 miliar dolar AS.

Utang Pemerintah itu juga meningkat dibanding posisi akhir Desember 2010 sebesar 118,6 miliar dolar AS dan utang swasta 83,8 miliar dolar AS.

Untuk utang luar negeri swasta sampai April 2011 terdiri dari swasta non bank 72,5 miliar dolar AS dan utang bank 13,4 miliar dolar AS.

Untuk rasio utang dibanding PDB saat ini 28,2 persen lebih baik dibanding 1997/1998 151,2 persen. Sementara rasio utang jangka pendek dibanding cadangan devisa saat ini sebesar 42,6 persen lebih baik dibanding 1997/1998 142,7 persen.

(D012/B012)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2011