Jakarta (ANTARA) - Presidensi G20 Indonesia akan mendorong kolaborasi, kerja sama dan persatuan di antara negara-negara anggota G20, kata Staf Khusus Menlu Bidang Penguatan Program-Program Prioritas Dr. Dian Triansyah Djani, Kamis (24/2).

"Tapi ini bukan hal yang mudah. Dengan pertimbangan tersebut, presidensi G20 Indonesia tentunya mengusung tema 'Recover Together, Recover Stronger',” ujar Dian dalam webinar "Sinergi Media untuk Acara Internasional" di Jakarta.

Dia mengatakan presidensi Indonesia juga memastikan agar berbagai komitmen dan kesepakatan dalam presidensi G20 sebelumnya dapat ditindaklanjuti.

“Ada harapan dari para delegasi negara-negara anggota G20 bahwa tema 'Recover Together, Recover Stronger' yang merupakan tema yang kuat dapat ditindaklanjuti kepada sesuatu hal yang konkret atau nyata,” kata Dian.

Dia mengatakan Indonesia memiliki peran penting sebagai negara yang dapat menjembatani pencapaian solusi bagi permasalahan global.

“Diplomasi Indonesia tentunya berpegang pada prinsip menemukan solusi terhadap isu global,” kata dia.

Baca juga: Kemenko Ekonomi dorong media massa gaungkan Presidensi G20 RI

Selain itu, kata Dian, Indonesia memiliki rekam jejak diplomasi yang sangat kuat dan tepercaya di banyak forum Dewan Keamanan PBB.

“Kita baru saja selesai menyelesaikan tugas kita di DK PBB tahun 2020. Di Dewan HAM PBB, kita juga menjadi co-chair di berbagai pertemuan dunia dan Bu Menlu Retno Marsudi adalah co-chair di COVAX. Kita dapat menjembatani berbagai perbedaan di antara negara-negara maju dan berkembang,” kata dia.

Dian mengatakan bahwa G20 pada tahun ini merupakan adalah perhelatan sangat penting untuk Indonesia dan dunia.

“Dalam 2,5 tahun terakhir dunia masih hidup dalam krisis multidimensi akibat pandemi COVID-19. Ini adalah sesuatu hal yang membedakan presidensi kita dibandingkan presidensi-presidensi lainnya. Dunia masih menghadapi varian baru, ketimpangan vaksin, hingga proses vaksinasi yang belum merata,” kata dia.

Dalam tataran politik dunia, kata Dian, masih ada saling tidak percaya, persaingan geopolitik bahkan geoekonomi, serta persaingan di antara negara-negara anggota G20.

“Dan ini sangat terasa dalam beberapa bulan terakhir ini, yang tentunya mempengaruhi apa yang telah terjadi dan akan terjadi pada presidensi Indonesia,” katanya.

Baca juga: Indef: Presidensi G20 peluang pengembangan kolaborasi ekonomi digital

Dian mengatakan krisis multidimensi ini akan berkepanjangan dan tentunya akan mewarnai presidensi Indonesia hingga akhir tahun.

Krisis multidimensi itu juga akan memperluas kesenjangan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) di antara negara-negara maju dan berkembang.

Catatan PBB menyebutkan bahwa akan terjadi peningkatan kemiskinan ekstrem untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Menurut data PBB, ada 119-124 juta orang kembali masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem.

Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi tren positif pertumbuhan ekonomi dunia pada 2021 akan berlanjut pada 2022, namun berdasarkan data mereka, pertumbuhan yang mencapai 5,9 persen pada 2021 akan turun menjadi 4,9 persen pada 2022.

“Ini adalah prediksi dengan catatan-catatan tertentu dan pertumbuhan ini masih sangat rentan karena permasalahan pandemi masih belum terselesaikan. Karena itu, presidensi G20 ini berada di masa yang sangat krusial karena ada banyak harapan dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang untuk dapat menjawab berbagai tantangan global ini,” kata Dian.

Baca juga: Erick Thohir: BUMN siap dukung Presidensi Indonesia dalam KTT G20
Baca juga: Menyelaraskan ekonomi biru dengan Presidensi G20


Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Anton Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2022