Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Bea dan Cukai Departemen Keuangan Eddy Abdurrahman mengatakan, pemerintah tidak akan memutuskan sendiri besaran tarif cukai namun akan menetapkannya bersama dengan DPR dalam pembahasan perubahan Undang-Undang (UU) tentang Cukai di Pansus DPR. "Saya tidak bisa memberi komentar mengenai tarif itu sekarang, komentar akan saya sampaikan nanti pada saat pembahasan dengan Pansus RUU Cukai dan RUU tentang Kepabeanan DPR," kata Eddy Abdurrahman di Jakarta, Jumat. Ia menolak, memberikan komentar mengenai besaran tarif cukai yang diusulkan dalam RUU tentang Cukai karena hal itu akan menimbulkan polemik di masyarakat. "Itu akan saya jawab dalam pembahasan di DPR, kalau sekarang saya jawab akan menimbulkan polemik," tegasnya. Eddy menyebutkan, saat ini Pansus RUU tentang Cukai DPR sedang mengumpukan informasi dari sejumlah pihak termasuk dari pakar, pelaku industri yang terkait dan dari para mantan menteri keuangan. "Pansus di DPR sedang mengumpulkan informasi dari beberapa pihak yang kemungkinan akan dijadikan dasar dalam menyusun daftar isian masalah (DIM). DIM inilah yang nantinya akan menjadi dasar pembahasan oleh Pansus dengan pemerintah," jelasnya. Sebelumnya mantan menteri keuangan Mari`e Muhammad dan Fuad Bawazier menyarankan agar UU tentang Cukai yang baru tidak menaikkan tarif maksimum dari 55 persen menjadi 65 persen. Menurut Fuad Bawazier, tarif cukai rokok maksimum tidak perlu diubah (dinaikkan) karena kenaikan itu hanya akan digunakan untuk mendorong kenaikan cukai rokok kretek yang pada gilirannya justru tidak saja menurunkan pendapatan negara tetapi dapat berakibat pada bertambahnya pengangguran karena bangkrutnya industri rokok. "Alasan faktor kesehatan tidak dapat sepenuhnya dibebankan melalui instrumen cukai tetapi hal-hal lainnya seperti pembatasan nikotin, tar, dan peredaran, yang tempatnya bukan di UU tentang Cukai," jelasnya. Sementara itu Mari`e Muhammad mengingatkan, bahwa selain tarif cukai tersebut masih ada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk tembakau sekitar 8,2 persen. "Saya sungguh khawatir kalau 65 persen ditambah 8,2 persen akan menyebabkan hal yang serius bagi pabrik rokok," katanya. Dalam RUU Cukai yang sedang dibahas, tarif cukai tertinggi diusulkan 65 persen dari yang sebelumnya 55 persen, sedangkan tarif efektif rokok yang berlaku selama ini adalah 40 persen.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006