Jakarta (ANTARA News) - Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dapat membantu memulihkan hak-hak sipil umat Konghucu. "Sudah saatnya Presiden memulihkan hak-hak sipil umat Konghucu agar pernikahannya bisa dicatatkan di Kantor Catatan Sipil secara agama Konghucu," kata Ketua Umum Dewan Pengurus Matakin Ws Budi Santoso Tanuwibowo dalam perayaan Imlek di Plenary Hall Jakarta Convention Center, Sabtu. Ia meminta pada momen perayaan Tahun Baru Imlek 2557 ini Presiden bisa menuntaskan komitmennya menghapus segala bentuk diskriminasi yang masih dirasakan umat Konghucu. Budi juga berharap umat Konghucu bisa menuliskan agamanya di Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan siswa sekolah yang menganut agama Konghucu juga bisa mendapatkan pelajaran agama Konghucu. "Dengan demikian, nantinya jangan ada lagi agama yang tercantum di KTP umat Konghucu ternyata palsu karena berbeda dengan kayakinan yang dianutnya," ujarnya. Dalam perayaan Imlek yang sudah dirayakan sebanyak tujuh kali secara nasional sejak rezim Orde Baru tumbang pada Mei 1998 itu, diharapkan ada angin segar bagi umat Konghucu dan masyarakat Indonesia secara umum serta menjadi hari kebersamaan bagi bangsa Indonesia, katanya. Budi lebih lanjut mengatakan, seperti tahun sebelumnya, perayaan Tahun Baru Imlek tahun 2557 ini pun, Matakin tetap mengaitkannya dengan kondisi bangsa dengan mengambil tema "Hakikat Memimpin adalah Meluruskan. Bila Diri Telah Lurus, Siapa Berani Tidak Lurus". Budi mengatakan, Umat Konghucu merasa bangga karena perayaan Imlek tahun ini dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara, sejumlah duta besar negara sahabat, mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan tokoh-tokoh agama lainnya. Bahkan usai Presiden Yudhoyono memberi sambutan, lebih dari 5.000 penganut Konghucu menyambutnya dengan tepukan tangan meriah. Di antara hadirin, ada pula yang meneriakkan "Hidup Presiden" dan "Hidup Gus Dur". Pada pemerintahan Gus Dur, Inpres Nomor 14 tahun 1967 dicabut dan diganti dengan Keppres Nomor 6 tahun 2000 sehingga Tahun Baru Imlek diizinkan untuk dirayakan secara terbuka di ruang publik. Pada 2002, mantan presiden Megawati Sukarnoputri menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional. Ia menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada perayaan Tahun Baru Imlek 2553.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006