Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh mengapresiasi langkah Polri dan Kejaksaan Agung yang telah menghentikan kasus hukum Nurhayati yang sempat menjadi tersangka karena melaporkan dugaan korupsi.

"Ini membuktikan apa yang telah menjadi keprihatinan publik terhadap kasus Nurhayati yang sesungguhnya adalah seorang pelapor kejahatan korupsi. Akan tetapi, malah dijadikan sebagai tersangka, akhirnya peroleh haknya kembali sebagai warga negara yang peduli atas tegaknya prinsip good government dan keadilan hukum," kata Pangeran di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Aturan tersebut merupakan revisi atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berdasarkan aturan tersebut, lanjut dia, Nurhayati seharusnya berpeluang dapat penghargaan atau minimal apresiasi sebagai warga negara yang baik.

"Penghentian kasus ini sudah diputuskan dengan tepat dan gercep (gerak cepat) setelah melalui gelar perkara oleh Bareskrim Mabes Polri dan dari penelusuran perkara oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung sehingga sampai pada kesimpulan bahwa perkara Nurhayati tidak patut dijadikan tersangka," ujarnya.

Hal itu, menurut dia, membuktikan bahwa penanganan perkara hukum di Indonesia patut disyukuri karena masih bisa berjalan on the track dalam prinsip penegakan asas keadilan hukum.

Selain itu, dia menilai penghentian kasus tersebut merupakan bukti koordinasi Bareskrim Polri dan Jampidsus berjalan sukses mengawal perkara tersebut sampai pada tahap penghentian penuntutan di pengadilan.

"Jangan takut menjadi whistleblower (pelapor tindak pidana) untuk negara ini lebih baik dan berkeadilan," katanya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo menyatakan bahwa Polri dan Kejaksaan Agung sepakat menghentikan kasus dugaan tindak pidana korupsi Kepala Urusan Keuangan (Kaur) Desa Citemu Nurhayati dengan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2), Selasa (1/3) malam.

"Jadi, terkait dengan kasus Nurhayanti, malam ini juga selesai," ujar Dedi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Selasa malam.

Adapun teknis penghentiannya, Dedi menjelaskan, kasus Nurhayanti yang sudah dinyatakan P-21 tetap dilakukan tahap II atau pelimpahan tersangka beserta barang bukti oleh Polresta Cirebon kepada Kejaksaan Negeri Cirebon.

Namun, pada pelimpahan tahap II yang berlangsung di Polresta Cirebon tersebut tidak dihadiri oleh Nurhayanti karena sedang menjalani isolasi mandiri (isoman). Pertemuan tersebut dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Cirebon dan Kapolresta Cirebon.

"Karena ini sudah P-21, dilimpahkan ke kejaksaan meskipun tidak dihadiri oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan (Nurhayati) sedang isoman, dari jaksa akan mengeluarkan SKP2 malam hari ini juga," ujar Dedi.

Menurut Dedi, penghentian kasus Nurhayati sudah sesuai dengan sistem hukum acara pidana sehingga setelah SKP2 diterbitkan oleh kejaksaan, kasus tersebut selesai.

Baca juga: Dirtipidkor Polri: Masyarakat tak usah takut laporkan korupsi

Baca juga: Kejaksaan resmi keluarkan SKP2 untuk Nurhayati


Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2022