Jakarta (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informasi, Sofyan Djalil, mengatakan industri pornografi telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir ini tanpa bisa dikendalikan oleh pemerintah. "Industri pornografi telah begitu berkembang padahal pemerintah tidak bisa mengambil tindakan," kata Djalil di Mapolda Metro Jaya, Senin sore. Ia mengatakan hal itu saat memberikan keterangan pers tentang hasil operasi barang berisi pornografi baik jenis tabloid, majalah, VCD maupun DVD di jajaran Polda Metro Jaya bersama Kapolda Mertro Jaya Irjen Pol Firman Gani. "Pemerintah tidak bisa melarang tabloid porno. Kantor saya sendiri tidak berhak. Satu-satunya yang berhak adalah polisi sebagai aparat penegak hukum," ujar Djalil. Dikatakannya, pemerintah tidak berdaya melarang tabloid porno sebagai konsekuensi dari kebebasan pers, sedangkan perangkat hukum untuk menindak tabloid dan majalah porno adalah pasal 282 KUHP. Menyinggung tentang rencana penerbitan majalah Playboy di Indonesia, ia mengatakan, melarang majalah itu tidak bisa sebab majalahnya sendiri belum terbit. "Ini tugas Polda untuk melindungi masyarakat terutama anak-anak yang di bawah umur," katanya. Ia menegaskan, pemerintah sudah sepakat tidak menginginkan majalah yang tidak memberikan nilai tambah. "Majalah Playboy yang terbit di Amerika itu tidak memberikan nilai tambah," katanya menegaskan. Dengan begitu, majalah tersebut tidak bisa dilarang selama belum terbit di Indonesia. "Kalau nanti Playboy terbit berisi ceramah dai kondang misalnya, ya tidak bisa ditindak," ujarnya. Ia mengatakan, razia polisi terhadap tabloid porno itu bertujuan agar orang yang ingin menerbitkan pornografi berpikir tiga kali. Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Firman Gani, mengatakan, dalam operasi selama tiga hari itu, dijaring 105 tersangka dengan barang bukti 36 ribu tabloid dan majalah porno, dua ribu DVD porno dan 500 VCD porno. "Dari 105 tersangka, 15 di antaranya ditahan karena memproduksi secara berulang sedangkan tersangka lain yakni para pedagang dan distributor dikenai wajib lapor," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006