Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono menilai pencarian suaka oleh 43 warga Papua pencari ke Australia merupakan salah satu bentuk rekayasa internasional untuk mengangkat masalah Papua ke tingkat antarbangsa. "Saya menduga, ini merupakan bentuk rekayasa internasional, terutama yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional, untuk mengangkat masalah Papua ke tingkat internasional," katanya di Jakarta, Senin. Ditemui usai menjadi pembicara tamu dalam pertemuan dengan kepala perwakilan media massa asing di Jakarta, Juwono mengatakan rekayasa semacam ini akan terus berulang untuk menarik perhatian media massa internasional. Ia mengatakan, indikasi internasionalisasi Papua telah ada sejak 2003-2004 berupa kampanye besar-besaran mengenai Papua oleh berbagai LSM internasional dengan dalih kebebasan beragama dan penyelamatan orang-orang Papua yang merasa tertindas akibat tindakan keras pemerintah pusat. "Selain melalui rekayasa LSM, kampaye juga dilakukan melalui forum parlemen Eropa dan kongres Amerika Serikat (AS), LSM di Kanada serta kelompok-kelompok gereja di Australia," kata Menhan. Menurut Juwono, hingga kini RI masih menunggu proses verifikasi terhadap 43 warga Papua yang mencari suaka ke Negeri Kangguru tersebut. "Kami berharap 43 warga Papua itu dapat segera kembali ke Indonesia dengan jaminan tidak akan dipersoalkan secara hukum dan politik. Jika alasan yang mereka kemukakan untuk mendapat suaka, masuk akal, maka pemerintah Australia akan menerima mereka, jika tidak maka mereka akan dipulangkan ke Indonesia," ujar Menhan. Jika gugatan para pencari suaka itu diterima, maka mereka akan menjalani masa percobaan sebagai warga negara Australia selama enam bulan hingga satu tahun, kata Juwono. Jadi, tambah mantan Duta Besar RI untuk Inggris itu, RI masih menunggu hasil proses verifikasi yang dilakukan oleh kantor imigrasi Australlia mengenai status ke-43 warga Papua pencari suaka tersebut. Juwono menegaskan, pemerintah Indonesia akan menyelesaikan berbagai persoalan Papua dan Aceh secara demokratis dan damai tidak serta merta diselesaikan secara militer. "Karena dalam jangka panjang, bertahannya kedua propinsi itu sangat tergantung masalah politik, terutama parpol-parpol supaya terus menggalang organisasi partai politik yang dapat merangkul teman-teman di Papua dan Aceh," tuturnya. Selama ini, masyarakat Papua dan Aceh merasa harkat, martabat dan adatnya tidak diterima hingga mereka merasa disingkirkan secara kultural, politik dan ekonomi. Tentang penempatan pasukan TNI di Papua, Juwono mengatakan itu hanya menjadi salah satu bentuk pengamanan. "Yang paling penting adalah penggalangan politik untuk menyelesaikan Papua dan Aceh secara demokratis dan damai," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006