Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) optimistis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menuntaskan kasus penjualan dua unit kapal tanker Very Large Crude Carrier (VLCC) oleh Pertamina yang berpotensi merugikan negara hingga Rp504 miliar. "Saya optimis keseriusan KPK dalam menyelidiki kasus VLCC akan menuntaskan kasus ini. Apalagi, saat ini KPPU sudah menandatangani MoU dengan KPK," kata Ketua KPPU Syamsul Maarif usai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kerjasama antara KPPU dan KPK di Gedung KPPU, Jakarta, Senin. Bahkan, Syamsul mengatakan, KPPU telah menerima laporan tertulis dari KPK pada pekan lalu bahwa KPK telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi tentang penjualan VLCC sebagai data tambahan. "Mungkin KPK mencari pembanding dan data tambahan untuk menghitung kerugian negara, karena putusan KPPU kalau dijadikan perkara pidana memang hanya jadi bukti permulaan yang cukup," jelasnya. Namun Wakil Ketua KPK Amien Sunaryadi enggan menjelaskan penanganan kasus VLCC oleh KPK yang saat ini masih di tingkat penyelidikan meski keputusan KPPU yang menyatakan adanya persekongkolan dalam penjualan VLCC yang berpotensi merugikan negara telah berkekuatan hukum tetap dengan dimenangkannya KPPU di tingkat kasasi. Pada November 2002, PT Pertamina (Persero), yang saat itu dipimpin Baihaki Hakim, memesan dua unit VLCC dari Hyundai Heavy Industries di Ulsan Korea Selatan seharga 65 juta dolar AS per unit. Namun, dengan alasan kesulitan likuiditas, direksi baru Pertamina di bawah pimpinan Arifin Nawawi melepas dua kapal itu seharga 184 juta dolar AS pada April 2004. KPPU pada Maret 2005, memutuskan PT Pertamina (Persero) melanggar sejumlah pasal dalam UUB Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam penjualan dua unit VLCC. KPPU memutuskan, harga jual itu jauh lebih rendah dari harga pasar yang saat itu (Juli 2005) seharga 102 juta dolar AS-110 juta dolar AS per unit atau 204 juta dolar AS-240 juta dolar AS untuk dua kapal. Akibatnya negara kehilangan dana sebesar 20 juta dolar AS-50 juta dolar AS atau sekitar Rp180-504 miliar. Namun Pertamina mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas putusan KPPUB itu. Keberatan itu diterima oleh majelis hakim PNB Jakarta Pusat yang menyatakan tender pelepasan dua kapal itu telah sesuai ketentuan. Lantas, KPPU mengajukan kasasi ke MA. Pada 29 November 2005, MA memenangkan KPPU dalam sengketa perdata kasus itu dengan Pertamina. Dalam laporannya kepada Komisi IIIB DPR pada 26 September 2005, KPK menyatakan kasus penjualan VLCC oleh Pertamina berada dalam tahap penyelidikan yang dilakukan sejak awal 2005. Dirut Pertamina sebelumnya, Baihaki Hakim dan Arifin Nawawi sendiri telah beberapa kali dimintai keterangan oleh KPK. Syamsul mengeluhkan belum dilaksanakannya keputusan KPPU yang telah berkekuatan hukum itu oleh pihak-pihak yang dikalahkan pada tingkat kasasi dengan alasan belum menerima salinan putusan lengkap dari MA. Berbagai cara, menurut dia, telah dicoba KPPU agar keputusan itu cepat dilaksanakan, mulai dari setiap dua minggu sekali menanyakan salinan keputusan kepada pihak pengadilan sampai meminta dukungan politik dari DPR.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006