Jakarta (ANTARA News) - Bisakah trending topics di Twitter memengaruhi keputusan investasi saham? Mungkin ya, setidaknyn analisis sentimen yang muncul di Twitter oleh Derwent Capital Markets menunjukkan kaitan itu.

Derwent yang mengelola dana 25 juta dolar AS telah menuntaskan bulan pertama perdagangannya Juli lalu dengan return (keuntungan) 1,85 persen.

Sebaliknya, indeks Standard & Poor's 500 jatuh 2,2 persen, sedangkan rata-rata hedge fund hanya mencetak untung 0,76 persen.

Mungkin itu kebetulan, tapi sistem pengukur emosi Derwent memang mampu menunjukkan sekitar 10 persen dari 100 juta tweet setiap hari dengan menggunakan algoritma ciptaan Johan Bollen, ilmuwan komputer pada Universitas Indiana Bloomington.

Metode ini kemudian dipakai untuk memprediksi perubahan-perubahan sentimen di bursa saham.

Berdasarkan studi tahun lalu, algoritma Bollen berhasil memprediksi arah gerakan harian penutupan indeks Dow Jones dengan akurasi 87,6 persen.

Secara konsisten indeks saham ini naik beberapa hari setelah satu priode tweet tenang, namun anjlok lagi beberapa hari setelah muncul tweet bernada gelisah.

Derwent bukan satu-satunya yang menggunakan pendekatan ini.

"Ada banyak perusaahan yang mencermatinya termasuk Reuters dan Dow Jones," kata Seth Grimes, analis yang mengepalai Sentiment Analysis Symposium.

Baru-baru ini, perusahaan mitra Bloomberg, WiseWindow, berhasil menyambungkan hubungan gunjingan di media sosial dengan harga saham lewat agregasi informasi dari Twitter, Facebook, blog dan sejenisnya.

Tak seperti Derwent, WiseWindow menyortir pendapat-pendapat online, dan diantaranya didapati fakta bahwa opini-opini mengenai mobil bisa dipakai untuk menaksir harga saham otomotif seperti Ford dan General Motors.

Kini media sosial telah mengubah segalanya.  Bersama software analitik canggih kini telah tersedia satu cara untuk menaksir harga saham berdasarkan sentimen publik yang bertebaran di jejaring sosial. (*)

sumber: New Scientist

COPYRIGHT © ANTARA 2011