Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perindustrian (Menperin) Fahmi Idris mengatakan, penguatan nilai rupiah saat ini sangat dilematis, di satu sisi sangat membantu kegiatan impor dan pada lain pihak kurang menguntungkan bagi pelaku pasar ekspor di dalam negeri. "Ini memang dilematis kalau nilai tukar (kurs) rupiah menguat atau melemah," ujarnya usai Raker dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Rabu dinihari, menanggapi penguatan rupiah yang mencapai level 9.200-an per dolar AS. Dikatakannya, bagi para petani komoditas primer yang hasil produksinya banyak diekspor penguatan rupiah kurang menguntungkan karena nilai ekpor akan terpengaruh. Namun, bagi industri yang megandalkan bahan baku dan bahan penolong impor, penguatan rupiah sangat membantu pembelanjaan mereka. "Memang idealnya nilai tukar rupiah berada pada satu level dan stabil. Itu yang paling dikehendaki," katanya. Fahmi tidak menjawab secara tegas apakah penguatan rupiah saat ini akan mempengaruhi kinerja ekspor kalangan industri manufaktur di dalam negeri. Sementara itu, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan penguatan rupiah yang sifnifikan akan mengurangi daya saing ekpor. "Kalau menurut saya rupiah tidak apa-apa melemah sedikit dan stabil, tapi BI rate harus diusahakan rendah agar dunia usaha bisa bergerak," katanya. Menanggapi soal BI rate yang saat ini berada pada level 12,75 persen, Fahmi Idris mengatakan, pemerintah menginginkan laju kenaikan BI rate bisa ditahan. "Itu yang mau dipertahankan dengan berbagai pertimbangan", katanya. Namun kesulitannya pemerintah dan BI mungkin bisa mempertahankan BI rate atau melakukan stabilitas rupiah, tetapi karena berbagai perkembangan bisa juga terjadi fluktuatif. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006