Washington/Frankfurt (ANTARA) - Serangan Rusia terhadap Ukraina dapat memperlambat pertumbuhan global dan meningkatkan risiko-risiko ekonomi baru, tetapi bank-bank sentral terkemuka tetap fokus pada perang inflasi yang tampaknya akan meningkat.

Eropa mungkin yang paling rentan terhadap goncangan ekonomi yang lebih luas dari perang, tetapi Bank Sentral Eropa menjelaskan pada Kamis (10/3/2022) bahwa kawasan itu dapat menyerap pukulan yang diperkirakan terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tidak mampu bagi pembuat kebijakan untuk mengabaikan kenaikan harga-harga pada tingkat rekor di seluruh zona euro.

ECB, menyebut perang sebagai "momen penting," dalam langkah mengejutkan mempercepat akhir dari salah satu program pembelian obligasi pandemi pentingnya dan membuka jalan bagi kemungkinan kenaikan suku bunga akhir tahun ini.

Baca juga: Wall Street ditutup jatuh, inflasi tinggi picu pengetatan agresif Fed

Presiden ECB Christine Lagarde dalam konferensi pers mengatakan ekonomi dapat mengatasi guncangan dari perang dan kebijakan yang lebih ketat dan "masih tumbuh kuat pada 2022... Gangguan pasokan menunjukkan beberapa tanda pelonggaran. Dampak dari guncangan harga-harga energi besar-besaran pada orang-orang mungkin sebagian dapat diatasi dengan memanfaatkan penghematan yang terakumulasi selama pandemi."

"Anda dapat memotong inflasi dengan cara apa pun yang Anda inginkan dan melihat ukuran inti apa pun, itu di atas target dan meningkat. Kami memiliki mandat 2,0 persen dan kami gagal," kata salah satu pembuat kebijakan ECB, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

Narasi serupa muncul di Amerika Serikat dan di tempat lain ketika para pejabat menimbang risiko ekonomi yang tiba-tiba dihadapi dunia terhadap kenaikan inflasi yang besar dan terus-menerus yang tak terduga yang terlihat ketika ekonomi-ekonomi utama dibuka kembali dari pandemi.

Invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina telah mendorong aksi jual di pasar ekuitas global, meningkatkan beberapa ukuran tekanan pasar keuangan, dan terutama mendorong harga minyak.

Baca juga: Bank Dunia: Inflasi terkait perang Ukraina bisa picu protes, kerusuhan

Tetapi tidak satu pun dari itu menunjukkan masalah sistemik, setidaknya belum. The Fed dan pejabat bank sentral lainnya telah mengatakan bahwa mereka yakin bahwa dukungan pasar yang memadai telah tersedia; metrik tekanan tidak meningkat sebanyak itu dibandingkan dengan guncangan keuangan sebelumnya; dan harga minyak telah moderat, dengan perdagangan minyak mentah West Texas Intermediate Kamis (10/3/2022) sore sekitar 107 dolar AS per barel, turun dari 130 dolar AS awal pekan ini.

Yang lebih penting bagi para pembuat kebijakan adalah bahwa di sebagian besar pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan akan terus di atas tren, memungkinkan mereka untuk fokus pada inflasi yang berjalan jauh lebih cepat daripada patokan umum 2,0 persen.

Bank sentral Kanada menaikkan suku bunga awal bulan ini. Bank sentral Inggris dan The Fed diperkirakan akan melakukannya minggu depan. Masing-masing diharapkan mengikuti dengan lebih banyak peningkatan dalam beberapa bulan mendatang.

Baca juga: Rubel Rusia jatuh ke rekor terendah di Moskow di tengah sanksi baru

Bahkan pejabat kebijakan fiskal - yang lebih peka terhadap politik perkembangan ekonomi dan sering kali menjadi pendukung kebijakan bank sentral yang lebih longgar - sangat menyadari kekuatan korosif dari kenaikan harga yang tidak terkendali.

Inflasi "menjadi perhatian yang luar biasa," kata Menteri Keuangan Janet Yellen dalam wawancara dengan Washington Post Live, Kamis (10/3/2022). "Ini memukul orang Amerika dengan keras. Itu membuat mereka khawatir tentang masalah dompet mereka."

Data baru AS yang dirilis Kamis (10/3/2022) menunjukkan harga konsumen naik pada tingkat tahunan 7,9 persen pada Februari, tertinggi dalam 40 tahun. Investor sekarang memperkirakan Fed untuk menaikkan target suku bunga dana federal ke tingkat antara 1,75 persen dan 2,0 persen pada akhir tahun, seperempat poin lebih tinggi dari yang mereka perkirakan pada minggu lalu.

Yang berbeda di antara bank-bank sentral utama adalah bank sentral Jepang. Perang diperkirakan akan meningkatkan tekanan inflasi di sana juga. Tetapi pemulihan dari pandemi kurang maju, dan pengetatan kebijakan tidak akan segera terjadi.

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2022