Pekanbaru, (ANTARA News) - Berbagai jenis ikan yang ditemukan mati massal mengambang di Sungai Siak, pada Rabu (8/2) kemarin di perairan antara Desa Meredan - Pertiwi Kecamatan Tualang Kabupaten Siak, Riau, diindikasikan karena limbah minyak. "Ribuan jenis ikan tersebut mengambang sepanjang kurang lebih empat kilometer, umumnya ikan yang berasal dari bagian tengah dan dasar sungai. Ada indikasi kematiannya karena limbah minyak," kata seorang peneliti lingkungan dari Universitas Riau (Unri) T. Ariful Amri, MSc kepada ANTARA, Kamis (9/2). Ia turun langsung ke lokasi (sekitar 60 kilometer dari Pekanbaru) begitu mengetahui ada kematian masal ikan secara mendadak pada Rabu subuh dan masyarakat di daerah itu gelisah karena tidak dapat memanfaatkan air sungai yang dipenuhi bangkai ikan. Berbagai jenis ikan yang mati itu yakni ikan juaro, baung tikus dan udang loreng biru yang merupakan udang langka penghuni dasar sungai serta jenis ikan yang biasa berada di bagian tengah sungai yakni ikan pantau dan ikan barau. "Ikan yang mati itu tidak ada berukuran besar umumnya kecil-kecil berukuran 10 gram - 100 gram," kata Ariful seraya menjelaskan matinya anak-anak ikan tersebut mengindikasikan kepunahan biota sungai terdalam di Indonesia itu. Menurut Direktur Rona Lingkungan Unri ini, matinya anak-anak ikan itu karena tingginya sensitifitas mereka terhadap perubahan mutu air sungai yang dapat dilihat dari lepasnya sisik-sisik ikan, mata buram dan insang yang menghitam. Ia semula menduga kematian biota sungai terebut karena adanya perubahan arus, namun setelah melihat kondisi air sungai yang pekat warnanya dengan kadar lemak yang tinggi dan beraroma minyak, ia menduga ikan-ikan terebut mati karena limbah minyak. "Sepanjang Meredan - Pertiwi aktivitas penduduk tinggi selain pemukiman terdapat juga berbagai perusahaan industri yang merupakan pabrik kayu lapis, dermaga dan satu pabrik kertas dan pulp (bubur kertas)," katanya. Di sepanjang ruas perairan Sungai Siak tempat ikan-ikan itu mati tidak ada anak sungai, namun pihaknya melihat air sungai warnanya keruh kehitaman dan berminyak dengan aroma yang menyengat. "Secara manual, sangat terasa air tersebut kadar lemaknya tinggi dan tercium bau minyak. Mungkin dari aktivitas pencucian kapal tanker sebab di sana ada dermaga IKPP (PT Indah Kiat Pulp and Paper). Tapi, bisa juga dari kegiatan menuba ikan," ungkap Ariful. Terus diteliti Dosen kimia Fakultas FMIPA Unri ini mengatakan, pihaknya masih melakukan penelitian ilmiah baik dari sampel ikan yang mati, air permukaan, air sungai pada kedalaman tertentu serta sedimen dasar sungai. Bangkai ikan yang mati, menurut dia, akan diperiksa di laboratorium phatologi Fakultas Perikanan Unri begitu juga air dan sedimen dasar sungai. "Dalam beberapa hari lagi hasilnya akan diketahui," tutur Ariful seraya menambahkan beban pencemaran di Sungai Siak telah menumpuk hingga tiap tahun ditemukan kasus ikan mati dalam jumlah yang sangat banyak. Sungai terdalam di Indonesia itu melalui empat kabupaten/kota sepanjang kurang lebih 300 kilometer yakni Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Bengkalis. Berbagai usaha penyelamatan sungai yang airnya berwarna seperti air teh itu telah dilakukan dari membangun jembatan di Kota Siak Sri Inderapura agar lalu lalang kapal terbatas, juga kesepakatan bersama bupati/walikota untuk menjaga kelestarian sungai yang dulunya bernama Sungai Jantan itu.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006