Jakarta (ANTARA News) - Departemen Keuangan (Depkeu) dan Bank Indonesia (BI) sedang merencanakan mengkaji terhadap kemungkinan melakukan percepatan pembayaran utang kepada Dana Moneter Internasional (IMF). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Kamis menyatakan, jumlah pinjaman pemerintah kepada IMF saat ini mencapai 5,6 miliar Special Drawing Rights (SDR) atau ekuivalen dengan sekitar delapan miliar dolar AS. Menurut Menkeu, pinjaman dari IMF itu berupa standby loan yang diarahkan untuk mempercepat cadangan devisa dan dikelola oleh BI. Sementara itu, Menko Perekonomian Boediono mengatakan, rencana percepatan pembayaran kembali utang IMF memiliki nilai baik dan buruk, sehingga harus melihat kondisi keuangan pemerintah. "Itu ada plus minusnya. Saya kira tinggal dilihat saja bagaimana situasi keuangan kita. Kalau cukup ya kita selesaikan jadi lebih cepat. Tetapi kalau tidak ada dana, maka pembayaran sesuai jadwal, sudah baik juga," katanya. Selain percepatan pembayaran utang IMF, Menkeu mengatakan, peluang untuk mengurangi beban utang luar negeri adalah melalui fasilitas debt swap atau penukaran pembayaran utang dengan sebuah program baru. Praktek debt swap, lanjutnya, pernah dilakukan pemerintah antara lain untuk pembiayaan kegiatan konservasi hutan pada tahun 2002, dan tahun 2003 untuk pendidikan dari Pemerintah Jerman serta program rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias pada 2005 - 2006 dari pemerintah Italia. Stok utang luar negeri pemerintah sampai Desember 2005 mencapai 61,04 miliar dolar AS dan terbesar berasal dari pinjaman dalam yen Jepang. Jenis pinjaman stok utang luar negeri tersebut, terdiri dari pinjaman bilateral 51 persen, obligasi 0,3 persen, pinjaman komersial 0,1 persen, pinjaman ekspor 19,4 persen, pembiayaan 0,2 persen dan multilateral 29 persen.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006