Jakarta (ANTARA News) - Hingga 10 tahun ke depan pemerintah Indonesia belum dapat mengalokasikan anggaran pembangunan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan, kata Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Fadhil Hasan. "Anggaran pembangunan kita sangat kecil sehingga pemerintah belum bisa mengalokasikan anggaran tersebut untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan. Bahkan untuk 10 tahun ke depan, kita belum bisa mengalokasikan anggaran untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat tersebut," ujarnya dalam Seminar Nasional Demokrasi Dan Politik Luar Negeri Dalam Pemulihan Perekonomian Nasional dalam rangka Dies Natalis 45 tahun Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), di Jakarta, Kamis. Menurut dia, anggaran pembangunan Indonesia saat ini hanya 6,2 persen dari total anggaran. Sebanyak 7,7 persen dari total anggaran digunakan membayar utang luar negeri dan 29 persen untuk membayar cicilan dan bunga utang luar negeri. Dia menambahkan, sebetulnya Indonesia memiliki kesempatan memperoleh moratorium (pengurangan utang) dari negara-negara donor pada saat terjadinya musibah tsunami di Aceh. "Namun kesempatan tersebut tidak digunakan dengan baik oleh pemerintah Indonesia. Saat ini pun Indonesia masih mempunyai kesempatan moratorium utang dari negara-negara donor sebab Indonesia dinilai telah menjalankan demokrasi secara baik," katanya. Fadhil berpendapat, demokrasi memiliki hubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan demokrasi menjadi salah satu persyaratan bagi pertumbuhan ekonomi. Ia mengatakan, ada tiga agenda utama yang dapat dilakukan pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi pada tahun 2006 yakni mengembalikan stabilitas ekonomi Indonesia, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan. Mengenai masalah pengangguran dan kemiskinan, lanjut Fadhil, masalah tersebut merupakan masalah yang sangat mengkhawatirkan dan menunjukkan tingkat kemunduran ekonomi suatu bangsa. Sementara itu Sekjen Departemen Luar Negeri Imron Cotan yakin bahwa pertumbuhan ekonomi nasional, regional dan global erat kaitannya dengan situasi dan stabilitas politik serta keamanan internasional. "Keamanan dunia saat ini relatif baik, meski ancaman terorisme masih membayang-bayangi dunia," ujarnya. Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi tersebut antara lain ditandai dengan kondisi ekonomi Amerika Serikat yang terus menggeliat dan ekonomi Cina yang tumbuh rata-rata sembilan persen, disusul dengan India yang tahun lalu perekonomiannya tumbuh sekitar tujuh persen. Indonesa juga menyambut baik penghapusan utang negara-negara termiskin (HIPCs) oleh Negara-negara maju (G-8). Menurut Imron, proses reformasi yang tadinya diprediksi oleh para pakar politik dunia akan mendorong Indonesia menjadi failed state ternyata tidak terbukti.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006