Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) membebaskan Pemimpin Redaksi (Pemred) Majalah Tempo, Bambang Harimurti, dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada tingkat Kasasi. Putusan tersebut berdasarkan rapat musyawarah Majelis Hakim Agung yang terdri atas Ketua Majelis Hakim Bagir Manan, Harifin A Tumpa, dan Djoko Sarwoko sebagai hakim anggota yang berlangsung di Gedung MA Jakarta, Kamis. "Majelis mengadili sendiri dan mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi terdakwa Bambang Harimurti dan menyatakan dakwaan kesatu dan kedua JPU tidak terbukti," kata Djoko Sarwoko, di Jakarta, Kamis. Majelis hakim membebaskan Bambang dari segala dakwaan dan memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan harkat, serta martabatnya. Dengan putusan itu, MA membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menghukum Bambang satu tahun penjara. Menurut Djoko, putusan tersebut dihasilkan secara bulat oleh ketiga hakim agung yang sepakat menaruh Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers di atas KUHP. "Kita ingin menciptakan dan menempatkan pers sesuai dengan keinginan pembentuk UU yakni ada aspek perlindungannya terhadap wartawan," katanya. Majelis hakim berpendapat, sejauh dalam menjalankan tugas dengan etika jurnalistik maka wartawan wajib dilindungi. Menurut Djoko, majelis hakim menggunakan asas keseimbangan sebagai pertimbangan hukum dalam memutus perkara tersebut. "Ini ada dua kepentingan yang bertubrukan yaitu kepentingan informasi yang dibutuhkan publik dan kepentingan untuk mempertahankan hak asasi manusia, sehingga prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan utama ketiga hakim agung," katanya. Menurut dia, majelis hakim telah mempertimbangkan segala kata-kata yang digunakan oleh wartawan dalam menulis berita yang diperkarakan, misalnya "Ada Tommy di Tanabang". "Jika ada kata-kata yang bersifat subjektif dari wartawan itu, dan kemudian bagi pihak lain telah dianggap menyinggung dan mencemarkan nama baiknya, ini harus dilihat seimbang dari tujuan wartawan itu dan apa yang dirasakan oleh korban," katanya. Majelis hakim agung berpendapat dengan diterapkan KUHP bagi wartawan, maka upaya melindungi pers tidak akan tercapai. Namun, Djoko menyatakan, putusan MA tersebut belum berarti akan menjadi yurisprudensi bagi putusan kasus lain yang melibatkan wartawan dalam menjalankan tugasnya. "Yang jelas kita ingin membuat improvisasi, karena dengan menggunakan KUHP nanti insan pers tidak dapat terlindungi lagi," demikian Djoko Sarwoko. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006