Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 4,2 persen akibat konflik yang masih terus terjadi antara Rusia dan Ukraina.

"Bahkan kalau berlanjut terus bisa juga turun ke level 3,8 persen. Lagi-lagi ini tergantung pada seberapa lama eskalasi ini berlanjut," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur BI di Jakarta, Kamis.

Eskalasi ketegangan geopolitik yang diikuti dengan pengenaan sanksi berbagai negara terhadap Rusia mempengaruhi transaksi perdagangan, pergerakan harga komoditas, dan pasar keuangan global, di tengah penyebaran COVID-19 yang mulai mereda.

Baca juga: BI pertahankan suku bunga acuan 3,5 persen

Perry menyampaikan pertumbuhan berbagai negara, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), Jepang, Tiongkok, dan India pun berpotensi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Volume perdagangan dunia juga berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sejalan dengan risiko tertahannya perbaikan perekonomian global dan gangguan rantai pasokan yang masih berlangsung.

"Harga komoditas global meningkat, termasuk komoditas energi, pangan, dan logam, sehingga memberikan tekanan pada inflasi global," ucap dia.

Baca juga: BI: Konsumsi produk halal RI bakal tumbuh mencapai 281,6 miliar dolar

Di sisi lain, ia mengungkapkan eskalasi ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina tersebut menambah ketidakpastian pasar keuangan global, di samping karena kenaikan suku bunga Bank Sentral AS dan percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju lainnya, sebagai respons terhadap meningkatnya tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi.

Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya aliran modal, seiring dengan risiko pembalikan arus modal ke aset yang dianggap aman atau safe haven asset dan tekanan nilai tukar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Meski begitu, Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi domestik masih kuat seiring dengan meredanya penyebaran COVID-19 varian Omicron di tengah meningkatnya risiko geopolitik Rusia- dan Ukraina, sehingga diprediksikan masih dalam rentang 4,7 persen sampai 5,5 persen pada tahun ini.

Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh perbaikan konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan serta tetap positifnya pertumbuhan konsumsi pemerintah.

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022