Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa tindakan preventif untuk mencegah aksi terorisme atau konflik kekerasan antar-komunal bukanlah suatu aksi represif dari pemerintah terhadap rakyatnya.

"Bertindak preventif itu bukan hal represif," kata Presiden Yudhoyono dalam pernyataan persnya di Kantor Presiden, Jakarta, Minggu malam, terkait aksi terorisme di Solo.

Menurut Presiden yang malam itu didampingi oleh Wakil Presiden Boediono dan Menko bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, tindakan pencegahan bukan aksi represif karena semua hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Ia mengatakan, setiap pelaku tindak terorisme atau kekerasan antarkomunal tidak peduli apa agama atau etnisnya akan dihadapkan ke muka hukum secara adil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun, upaya untuk pencegahan aksi juga merupakan suatu langkah yang utama untuk menghindari jatuhnya korban tidak berdosa.

Presiden kemudian mencontohkan pertikaian di Ambon beberapa waktu lalu.

"Seperti yang di Ambon beberapa waktu lalu...gangguan tapi relatif kecil. Semua yang terjadi di Ambon, saya minta apakah Polri, lembaga intelijen termasuk gubernur, bupati, wali kota tidak under estimate, tidak anggap semua baik-baik saja," katanya.

Terkait kasus pertikaian warga di Ambon, Kepala Negara secara khusus meminta jajaran pemerintah dan aparat keamanan agar tidak mengabaikan informasi apapun, bersikap responsif, dan mengambil tindakan yang diperlukan jika terjadi sesuatu di daerah.

Ia mengatakan bahwa belajar dari pengalaman di masa lalu, maka untuk mencegah meluasnya pertikaian tersebut diperlukan tindakan cepat, termasuk keputusan aparat menurunkan pasukan.

"Pasukannya jangan tanggung-tanggung untuk mencegah hal-hal yang tidak perlu terjadi," katanya merujuk pada tersebarnya pesan singkat yang bersifat provokasi.

Presiden mengatakan, tugas negara untuk melindungi rakyatnya termasuk menciptakan pengadilan yang adil bagi seluruh pelaku kejahatan terorisme.

Oleh karena itu, Presiden berharap agar Indonesia memiliki Undang-Undang yang memungkinkan aparat intelijen dan Kepolisian untuk mencegah aksi terorisme.

"Ada kekhawatiran ekseksif, tapi ... kita belajar dari pengalaman masa lalu kita tidak ingin masa lalu yang represif tapi kita ingin suasana pengadilan yang adil yang dihadirkan di negeri kita," katanya.

Sebuah bom meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Tegalharjo, Jebres, Solo. Ledakan terjadi sekitar pukul 10.55 wib setelah para jemaat gereja melaksanakan kebaktian kedua.

Beberapa saat kemudian, seorang warga melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. Sejumlah korban yang mengalami luka-luka terkena paku yang diduga terdapat dalam bom tersebut. Kejadian ledakan terjadi tepat di pintu keluar gereja dan membuat panik warga sekitar.

Hingga berita ini diturunkan 11 korban luka-luka masih menjalani perawatan medis di RS dr Oen Solo, sedangkan aparat kepolisian setempat saat ini terus melakukan olah TKP.

Pelaku bom bunuh diri di Gereja Kepunton Solo tewas tergeletak di depan pintu masuk rumah ibadah tersebut dengan bagian perut yang hancur.
(T.G003/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2011