Jakarta (ANTARA) - Agaknya berbagai polemik penyediaan air bersih di Jakarta tak lepas dari pengaruh privatisasi oleh dua badan usaha swasta atas komoditas strategis itu.

Keduanya adalah mitra strategis Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta yakni  PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra (dahulu PT Thames PAM Jaya), sejak 25 tahun yang lalu.

Pengamat Sustainable Development Goals (SDGs) Hamong Santono menuliskan bahwa seluruh aktivitas penyediaan layanan air di Jakarta mulai dari produksi air bersih sampai pendistribusian air kepada pelanggan, menjadi tanggung jawab kedua operator swasta tersebut.

Pada akhirnya, kontrak kerja Aetra dan Palyja akan berakhir pada Januari 2023 berdasarkan perjanjian kerja sama pada 6 Juni 1997 itu.

PAM Jaya sepenuhnya akan mengelola sistem air minum di Ibu Kota per 1 Februari 2023.

Hal itu karena tata kelola air untuk masyarakat hendaknya jangan sampai diswastanisasi atau diprivatisasi, karena harus dikelola seluruhnya pemerintah.

Kelompok miskin
Fakta korban dari buruknya layanan air bersih ini, lagi-lagi menerpa kelompok marginal yakni mereka yang tergolong pra sejahtera dan miskin.

Tak hanya itu, tetapi juga kelompok perempuan.

Baca juga: DKI berkomitmen tingkatkan penyediaan air bersih bagi masyarakat

Ketiadaan akses terhadap air bersih membuat masyarakat miskin harus membeli air dari pedagang air keliling yang harganya jauh lebih mahal untuk setiap meter kubik air.

Kelompok perempuan terutama ibu-ibu, harus bangun lebih pagi hanya untuk mendapatkan air bersih, yang hanya mengalir pada saat kebanyakan masyarakat masih terlelap tidur.

Kondisi ini menurut Toni, Ketua RT04 RW15 Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara pada sebuah kesempatan, berdampak banyak sekali.
 
Warga mengambil air tanah melalui pompa manual di Kampung Melayu, Jakarta, Rabu (6/10/2021). Warga masih memanfaatkan pompa manual sebagai alternatif mendapatkan air bersih saat banjir dan mati listrik meskipun pemerintah terus mengimbau untuk mengurangi penggunaan air tanah guna mencegah penurunan tanah Ibu Kota. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/rwa.

Toni menerima aneka keluhan warganya karena menjadi korban kesulitan air di Kampung Kubur Baru Penjaringan.

Mereka, para ibu itu mengeluh tidak bisa memasak air untuk anak balitanya karena air yang diterima sempat keruh dan berbau.

Belum lagi di wilayah mereka banyak dihuni oleh balita dan lansia, katanya.

Meski hal itu kini sudah ditalangi sementara oleh Palyja dengan dukungan penyediaan tiga tangki air rutin, tapi tetap saja warga dilanda kekhawatiran.

Karenanya, warga perlu solusi berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya akan air bersih, bukan solusi sementara.

Baca juga: Hingga 2030, DKI perlu 4.000 kilometer jaringan pipa air bersih

Tak hanya Palyja, Aetra sebagai operator air juga memiliki masalah dalam penyediaan air bersih masyarakat.

Seperti dialami warga RT08/RW12 kelurahan Pademangan Barat, Ketua RT08 Abdul Safei mengatakan total ada sekitar 800 kepala keluarga di RT-nya dan RT14 mengalami kelangkaan air bersih sekitar September lalu.

Berdasarkan informasi yang dilihat ANTARA, gangguan pelayanan suplai air bersih adalah dampak dari pekerjaan perbaikan pipa bocor di Jalan RE Martadinata Rumah Pompa Ancol Timur berlangsung dari 19 hingga 25 September 2021.

Apa yang terjadi dengan layanan air bersih di Jakarta menunjukkan bahwa kebijakan untuk memindahkan tanggung jawab penyediaan layanan air dari sektor publik kepada sektor swasta, bisa dibilang gagal.

Meski mereka di atas kertas didukung oleh lembaga keuangan internasional (IFIs) seperti Bank Dunia dan ADB. 

Sektor swasta gagal untuk memperbaiki layanan dan terutama gagal untuk memberikan akses air bersih yang lebih baik kepada masyarakat miskin.

Parahnya, kerugian tidak hanya dialami oleh masyarakat, tetapi juga Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. 

Masyarakat Jakarta juga agaknya tidak pernah tahu apa yang dilakukan oleh mereka sebagai pengawas operator air di Jakarta.

Baca juga: Pemprov DKI tingkatkan layanan pipa air bersih di Jakarta Utara

Transparansi dan akuntabilitas menjadi barang mahal, meski isunya kerugian PAM Jaya diperkirakan dapat mencapai Rp18 triliun ketika konsesi air berakhir pada 2022 ini.

Dampak serius lain dari privatisasi air adalah penurunan permukaan tanah (land subsidence).

Hal ini dikarenakan privatisasi air mendorong warga Jakarta untuk menggunakan air tanah dalam jumlah massal.

Sepanjang 2000 hingga 2010, rata-rata penurunan tanah yaitu sampai dengan lima sentimeter (cm) per tahun.

Angka penurunan tanah itu jauh melebihi dari tahun-tahun sebelum adanya kebijakan privatisasi yaitu sekitar 1,9 cm per tahun.

Diprediksi jika penurunan tanah ini tidak terkontrol, pada 2050, total penurunan tanah di Jakarta mencapai enam meter.

Baru 60 persen 
Dirut PD PAM Jaya, Priyatno Bambang Hernowo, mengakui bahwa pelayanan air bersih belum menjangkau semua warga Jakarta.

"Ini kan baru mencapai 60 persen. Bagaimana kemudian kita mempercepat akses air bersih itu, yang 40 persen itu bisa secepatnya menikmati pelayanan air perpipaan kita," katanya.

Baca juga: Wali Kota Jakut minta warga lapor RT/RW kalau kesulitan air bersih

Kepala Seksi Perencanaan Dinas Sumber Daya Air (DSDA) DKI Jakarta Elisabeth Tarigan, dalam diskusi virtual Balkoters Talk Pelayanan Merata Air Minum Jakarta, menyebutkan bahwa kebutuhan air bersih di Jakarta adalah 32.865 liter per detik (lps).

Sementara itu, hingga saat ini hanya bisa disediakan 20.725 liter per detik dengan kebocoran non revenue water/NRW sebesar 44 persen.

Untuk itu, Pemprov DKI berupaya melakukan percepatan terselenggaranya pelayanan air bersih di DKI Jakarta oleh PAM Jaya.
 
Petugas memeriksa sensor pengukur turbin dan Ph di Instalasi Pengolahan Air Palyja, Pejompongan, Jakarta, Jumat (9/1/2009). FOTO ANTARA/Fanny Octavianus/ama/aa.

"Dipastikan bagi warga Jakarta tidak ada masalah dengan air bersih. PAM terus melakukan perbaikan dan terus melakukan peningkatan air bersih di DKI," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria pada sebuah kesempatan.

Direktur Pelayanan PAM Jaya, Syahrul Hasan pun angkat bicara terkait masalah tersebut.

"Kami ingin publik mengetahui bahwa PAM Jaya pada 1 Februari 2023 akan mengelola langsung pengelolaan air di Jakarta. Kami akan melakukan 'soft launching' atau 'countdown' menjelang masa kontrak itu berakhir," kata Syahrul.

Tidak seperti sebelumnya yang menjadi pengawas terhadap kedua mitra, PAM Jaya nantinya memegang kendali penuh atas seluruh investasi pengelolaan air minum, operasional, SDM dan aset-aset seperti Instalasi Pengolahan Air (IPA).

"Setahun ke depan eskalasinya akan naik karena mitra selama lima tahun terakhir minim investasi. Jadi, kami langsung mendapat penugasan dari Pemprov," ujar dia.

Baca juga: Pemprov DKI Jakarta nilai akses air bersih makin mudah

Syahrul menambahkan bahwa pengelolaan penuh air bersih oleh PAM Jaya memiliki satu tujuan besar, yakni mencegah penurunan muka tanah di Jakarta.

Pemprov DKI menilai ekstraksi air tanah di Jakarta sudah berlebihan, sehingga layanan pipanisasi air bersih menjadi solusi untuk mencegah penurunan tanah kian signifikan.

Adapun dalam transisi ini, PAM Jaya akan merekrut konsultan untuk pendampingan terkait peralihan seluruh aset dari Aetra dan Palyja.

BUMD DKI Jakarta, yakni PAM Jaya harus mampu menyediakan suplai tambahan sebanyak 11.150 liter per detik.

Selain itu tambahan infrastruktur distribusi yang mencakup 35 persen wilayah pelayanan baru untuk perpipaan kepada kurang lebih satu juta pelanggan baru pada 2030.

Kementerian PUPR juga menginvestasikan sebesar Rp2,1 triliun untuk proyek infrastruktur sistem penyediaan air minum (SPAM) hilir.

Proyek itu untuk penyerapan air minum curah tahun pertama Proyek SPAM Regional Jatiluhur I, SPAM Regional Karian-Serpong dan fasilitasi proyek terkait pembangunan Instalasi Pengolahan Air Buaran III.

Pemerintah melalui Kementerian PUPR membangun tiga SPAM Regional melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) untuk mendukung pelayanan air minum di DKI Jakarta.

Baca juga: PAM Jaya bentuk tim transisi pengelolaan air bersih Aetra-Palyja

Adapun tiga proyek itu, yakni SPAM Regional Jatiluhur I dan SPAM Regional Karian-Serpong yang saat ini telah berjalan serta SPAM Regional Djuanda/Jatiluhur II masih dalam tahap penyiapan.

Keberadaan tiga SPAM Regional tersebut diharapkan dapat menambah kapasitas suplai air minum Provinsi DKI Jakarta sebesar 9.254 liter per detik yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan.

Dengan kerja sama itu, pada 2030 Jakarta akan terlayani 100 persen akses layanan air minum perpipaan.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Edy Sujatmiko
COPYRIGHT © ANTARA 2022