Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menyatakan sistem pertanian berkelanjutan harus menjadi tanggung jawab bersama, yakni pembuat kebijakan, produsen pangan, konsumen, dan petani.

“Sistem pertanian yang berkelanjutan dalam pemahaman kami tidak harus menjadi tanggung jawab petani saja,” ujar dia dalam sebuah webinar, Jakarta, Selasa.

Ketika memahami bahwa setiap pihak memiliki tanggung jawab terhadap sistem pertanian berkelanjutan, ucapnya, maka akan lebih mudah mengapresiasi manfaat dari praktek yang berkelanjutan.

Contohnya, terdapat kegiatan pertanian di kawasan hulu sungai di daerah aliran sungai yang dikerjakan secara sembarangan sehingga menimbulkan polusi untuk air minum.

Baca juga: CIPS: sektor pertanian perlu segera adopsi teknologi digital

Konsekuensi dari hal tersebut adalah diperlukan implementasi sistem pertanian berkelanjutan di daerah aliran sungai itu, seperti melalui penanaman pohon di hulu sungai.

Karena penanaman pohon memerlukan biaya, maka petani dapat memperoleh pembayaran jasa lingkungan dari perusahaan air tertentu.

“Jadi memang manfaatnya tidak hanya secara langsung ke lingkungan, namun juga untuk men-encourge (mendorong) manfaat sosial melalui pemberian insentif ekonomi misalnya,” ungkap dia.

Dalam hal ini, Aditya menilai peran dari pengambil kebijakan ialah memberikan kompensasi secara langsung.

“Jangan sampai misalnya kebijakan yang meng-encourage konversi lahan hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan,” ucapnya.

Baca juga: Indonesia genjot perlu ekspor produk olahan

Sementara itu, jika sistem pertanian berkelanjutan hanya dipahami sebagai tanggung jawab petani, tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu people, planet, dan, prosperity tidak akan berjalan seiringan.

Misalnya, kata Aditya, memberlakukan standar atau sertifikasi tertentu untuk produk pertanian mungkin dapat mendatangkan manfaat lingkungan seperti berkurangnya polusi dari penggunaan kimia secara berlebihan/residu berbahaya untuk konsumen.

“Tetapi di sisi lain, kan ini biaya untuk petani. Jadi manfaat ekosistemnya tidak berjalan beriringan dengan manfaat ekonomi,” kata dia.

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2022